Sertifikasi Halal Harus Tingkatkan Pertumbuhan UMKM

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

JAKARTA – Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) mewajibkan semua produk makanan dan minuman bersertifikasi halal per 17 Oktober 2019 mendatang.

Terkait hal ini, Lembaga Pengkajian Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) berkomitmen terus mengawal dan berkiprah dalam proses sertifikasi halal di Indonesia.

“Kalau kita sudah siap sejak 30 tahun lalu. Jadi siap dengan segala kondisi walaupun itu harus diterapkan, kita siap,” kata Direktur LPPOM MUI, Lukmanul Hakim, kepada Cendana News di Jakarta, Kamis (3/10/2019).

Namun demikian menurutnya, apakah pemberlakuan wajib (mandatory) sertifikasi halal tersebut tidak memberatkan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Dia menegaskan, jangan sampai kebijakan tersebut malah mengganggu pertumbuhan UMKM. Atau sebaliknya menjadikan produk halal dari negara lain membanjiri Indonesia.

Inilah yang harus diantisipasi dan dipertimbangkan oleh pemerintah. Karena bukan hanya soal kesiapan stakeholder, tapi juga dampak kebijakan tersebut bagi perkembangan UMKM Indonesia.

“Apakah bisa mempercepat, efektif dan efisien dalam implementasi ketika kita akan terapkan mandatory sertifikasi halal. Apakah bisa meningkatkan pertumbuhan UMKM?” tukasnya.

Selain itu tambah dia, prosedur sertifikasi halal yang birokrasinya lebih panjang juga harus ditinjau kembali. Karena dalam aturan baru UU JPH dijelaskan, bahwa pengusaha mengajukan permohonan sertifikasi halal kepada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH ) Kementerian Agama (Kemenag).

Kemudian permohonan itu akan diberikan kepada Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Setelah rampung, proses sertifikasi diajukan kembali ke BPJPH untuk diverifikasi dan dibawa ke MUI untuk sidang halal oleh Komisi Fatwa.

Lihat juga...