DPRD NTB Minta Masukan Raperda Madrasah – Pesantren

Editor: Koko Triarko

“Saya tidak sekadar cuap-cuap memperjuangkan raperda ini, kita telah siapkan konsepnya jauh-jauh hari, bahkan jujur saja, ini salah satu misi saya melaju ke Udayana,” ungkapnya.

Dijelaskannya, salah satu persoalan utama pesantren di seluruh Indonesia termasuk di NTB, adalah minimnya sumber-sumber ekonomi yang dimiliki, sehingga pembiayaan pesantren hanya bergantung pada bantuan dana operasional dari pemerintah pusat.

Padahal, tegasnya, pesantren yang menjadi satu-satunya lembaga sosial dan pendidikan yang mengakar di tengah masyarakat, menyimpan potensi kemandirian yang luar biasa besar, asal pemerintah mau memperhatikannya dengan lebih serius.

“Ada yang berpikir pesantren hanya butuh infrastruktur, tapi menurut saya lebih dari itu, pesantren butuh kemandirian, mereka harus segera memiliki sumber ekonomi produktif, sehingga dari sana mereka bisa mengembangkan yang lain, menguatkan kapasitas stakeholders, bahkan melahirkan inovasi-inovasi baru sesuai zamannya,” paparnya.

Karena itu, Akhdiansyah mengharapkan dukungan semua pihak, terutama pimpinan-pimpinan pondok pesantren, para alumni dan santri untuk ikut serta proaktif mengawal dan memberikan masukan atau usulan terkait konten raperda ini.

Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) NTB, Muhammad Jayadi, mengatakan, negara tak cukup memberikan pengakuan, tapi juga harus memfasilitasi untuk tumbuh kembangnya, baik fasilitas juga mutu. UU Pesantren adalah kesempatan negara membuat pesantren-pesantren menjadi lebih mandiri di masa depan.

Mengingat pesantren sejak era kolonialisme, menjadi satu-satunya lembaga pendidikan Islam yang paling konsisten bersama rakyat, selain bejuang mempertahankan bangsa, juga memajukan anak bangsa melalui pendidikan.

Lihat juga...