Indonesia Masih Harus Banyak Belajar dari Kejadian Bencana
Editor: Makmun Hidayat
JAKARTA — Dari banyak kejadian gempa dan tsunami di Indonesia, Peneliti Geologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Eko Yulianto menyatakan banyak pembelajaran yang bisa diambil oleh Indonesia, baik masyarakat dan pemerintah.
“Dari kejadian tsunami Aceh 2004, Pangandaran tahun 2006, Mentawai 2010 serta Palu dan Selat Sunda pada tahun 2018, kita bisa menarik pelajaran bahwa jumlah korban tsunami yang sangat besar selalu disebabkan oleh tata ruang pantai yang buruk,” kata Eko saat seminar geologi di Gedung PBNU Jakarta, Jumat (29/11/2019).
Dan dari kejadian yang sama, Eko menyebutkan Indonesia mendapatkan pembelajaran bahwa sistem peringatan dini tsunami masih harus disiapkan menghadapi kejadian tsunami selanjutnya, terutama short lead tsunami.
“Respon terhadap ancaman tsunami juga harus diubah. Karena selama ini, masyarakat menganggap bahwa tsunami itu didasarkan pada besarnya gempa. Padahal tsunami itu didasarkan pada lamanya guncangan,” urainya.
Selain itu, Eko menegaskan bahwa tsunami dan gempa sudah tercatat di sejarah Indonesia sejak 400 tahun yang lalu.
“Ada baiknya kita mulai melihat pada pengetahuan tradisional, kearifan lokal tentang bagaimana mereka menyikapi gempa. Banyak catatan kuno, baik serat maupun cara orang dulu menata lingkungan yang didasarkan pada kejadian alam. Kita harus belajar dari itu,” tandasnya.
Pembelajaran terakhir yang ditekankan oleh Eko adalah bagaimana diseminasi peringatan dini selama ini belum diterima secara maksimal oleh masyarakat, terutama yang berada di lokasi bencana.
“Kebanyakan masyarakat mendapatkan info dari tv atau radio. Padahal, ada diseminasi peringatan dini melalui sistem pendukung, seperti TNI dan Polri yang harusnya bisa menjadi sumber informasi,” katanya lebih lanjut.