Jepang dan Korsel Kembali Berseteru Soal Perjanjian Intelijen

Presiden Korea Selatan Moon Jae-In (kanan) disambut Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe saat tiba untuk mengikuti sesi foto pada pertemuan puncak G20 di Osaka, Jepang pada 28 Juni 2019 lalu – Foto Ant

SEOUL – Pemerintah Korea Selatan dan Jepang kembali saling melempar kritik pada Senin (25/11/2019). Padahal beberapa hari sebelumnya, ke-dua negara telah sepakat untuk menyelamatkan perjanjian pertukaran informasi intelijen, yang dianggap penting bagi sejumlah pihak.

Aksi saling kecam antara Korsel dan Jepang menunjukkan, betapa rapuh hubungan kedua negara bekas musuh masa perang itu. Padahal keduanya, sama-sama merupakan sekutu perang Amerika Serikat. Pejabat pemerintah dua negara kerap mengkritik atau membuat pernyataan sanggahan terhadap satu sama lain. Dalam berbagai pemberitaan, Tokyo belum memastikan pihaknya akan meminta maaf terkait pernyataan mengenai perjanjian, yang dinilai pihak Seoul kurang akurat.

Di bawah tekanan Washington, Korsel akhirnya menyepakati perjanjian GSOMIA pada menit terakhir. Keputusan Korsel menjadi momen cukup dramatis, di tengah sejarah pertikaian dan kompetisi dagang ke-dua negara itu. GSOMIA (General Security of Military Information Agreement) atau Perjanjian Keamanan Umum Pertukaran Informasi Militer, merupakan simbol kerja sama bidang keamanan antara kedua negara rival tersebut. GSOMIA merupakan bentuk kemitraan trilateral antara Korsel, Jepang, dan AS.

Menurut Tokyo, Seoul telah membuat keputusan strategis, dan Pemerintah Jepang berharap kedua negara dapat memulai perundingan kerja sama dagang. Walaupun demikian, rencana itu tidak serta merta mengembalikan status istimewa Korea Selatan sebagai pengekspor. Sementara itu, sejumlah pejabat di Istana Kepresidenan Gedung Biru (Cheong Wa Dae/Blue House) di Seoul pada Minggu (24/11/2019) mengatakan, mereka telah melayangkan protes dan menerima pernyataan maaf dari pihak Jepang.

Lihat juga...