Peradilan Satu Atap Pemilu

OLEH: M. IWAN SATRIAWAN

M. Iwan Satriawan - Foto: Istimewa

SUATU negara dapat dikatakan sejahtera apabila pemerintah atau penguasa dapat memberikan kesejahteraan dan keadilan yang merata bagi semua penduduk atau warga negaranya.

Dalam upaya mencapai kesejahteraan dan keadilan bagi warga negara tersebut, pemerintah harus menjalankan pemerintahan sesuai dengan asas, tujuan dan fungsi, yaitu sebagai pelayan dari rakyat karena pemerintah itu asalnya dari rakyat untuk rakyat oleh rakyat.

Hal ini sesuai dengan apa yang pernah dikemukakan oleh Abraham Lincoln pada tahun 1867 yaitu “government of the people, by the people and for the people”.

Maka untuk mewujudkan hal tersebut, peran serta rakyat dalam pemerintahan sangat dibutuhkan. Baik dalam hal pengawasan kinerja, pemberian ide atau gagasan dalam pembangunan atau pengambilan kebijakan hingga pada pemilihan calon wakil rakyat yang dilakukan secara reguler melalui pemilihan umum.

Pemilu sendiri secara konseptual diartikan sebagai sarana implementasi kedaulatan rakyat. Melalui pemilu legitimasi kekuasaan rakyat diimplementasikan dengan cara penyerahan sebagian kekuasaan dan hak mereka kepada wakilnya yang ada di parlemen maupun pemerintahan.

Hal ini sesuai dengan teori kontrak sosial yang dikemukakan oleh John Lock dan Thomas Hobbes. Dengan mekanisme tersebut, sewaktu-waktu rakyat dapat meminta pertanggungjawaban kekuasaan kepada pemerintah yang di era modern dapat dilakukan melaui referendum maupun pemilu.

Indonesia sendiri sebagai salah satu negara demokrasi di dunia telah melaksanakan pemilu sebanyak 12 kali semenjak tahun 1955 hingga terakhir pada tahun 2019 yang dilaksanakan secara serentak antara pilpres dan pileg.

Lihat juga...