PERKENI: Tingginya Prevalensi DM karena Minim Edukasi
Editor: Koko Triarko
JAKARTA – Tingginya jumlah penderita Diabetes Melitus (DM) dan penderita dengan komplikasi tingkat lanjutan, ditengarai sebagai akibat para penderita DM ini tidak mendapatkan edukasi yang tepat terkait penyakit yang dideritanya dan perawatannya.
Sehingga, dibutuhkan suatu sistem pelayanan yang mampu mengatasi masalah ini dan menurunkan prevalensi DM di Indonesia.
Hasil Riskesdas 2013 dan 2018, menunjukkan tren prevalensi DM meningkat dari 6,9 persen menjadi 8,5 persen. Dilaporkan pula, banyak penderita DM yang tidak rutin minum obat antidiabetes atau suntik insulin, karena merasa sudah sehat, yaitu sebesar 50,4 persen.
Yang tidak rutin berobat ke fasilitas layanan kesehatan ada 30,2 persen, minum obat tradisional ada 25,3 persen dan sering lupa 18,8 persen. Serta tiga dari empat orang penderita DM tidak menyadari, bahwa mereka menderita penyakit DM.
Sekjen PERKENI, Dr. Em Yunir Sp., PD. (K), menyebutkan bahwa dalam tata kelola pencegahan DM ada dua langkah.
“Ada dua upaya pencegahan. Pencegahan sebelum terkena diabetes atau pre eliminary preventif, yang ditujukan bagi orang yang belum terpapar diabetes,” kata Em Yunir, saat ditemui usai acara di Kementerian Kesehatan Jakarta, Rabu (12/11/2019) sore.
Pencegahan ke dua adalah pada fase awal diabetes atau secondary prevention, yang ditujukan bagi pasien yang sudah terkena, tapi baru tahap awal.
“Targetnya untuk mencegah pasien masuk ke stage kronis. Dengan melakukan pencegahan ini, maka pasien juga akan terhindar dari beban biaya dan potensi kehilangan masa produktif,” ujarnya.
Fakta di lapangan, menurut Em Yunir, menunjukkan bahwa pasien DM mayoritas kurang informasi terkait penyakitnya.