Pro-Kontra Perubahan Sistem “E-Budgeting” Penyusunan APBD DKI

Editor: Mahadeva

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohammad Taufik saat ditemui di ruang rapat di Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (1/11/2019) – Foto Lina Fitria

Mengenai sistem e-budgeting di era Ahok apakah sudah baik dan transparan, Taufik menilai, sistemnya sudah transparan. Tetapi, pasti akan ada selisih dalam memasukan anggaran. “Ya semua e-budgeting semua transparan, cuma lagi-lagi tadi. Ada budget ada komponen, itu pasti ada selisih. Dulu kita temuin, ini bukan hal baru,” ujarnya.

Menyikapi temuan-temuan itu, M Taufik menilai anggaran tak wajar selalu ditemukan di dalam draf perencanaan. Tapi dahulu, tidak ada anggota DPRD yang berteriak. “Dulu kita temuin waktu jamannya pak Mikel di Komisi saya, Rp1,2 triliun ketemu selisih. Ini bukan hal baru. Cuma dulu kita enggak lapor sama wartawan, enggak masalah dan biasa saja,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi, mengaku terheran-heran dengan rencana Anies merubah mekanisme e-budgeting. Dalam pandangannya, kemunculan anggaran tidak wajar bukan kesalahan sistem dan si penginput data. “Yang harus diperbaiki itu SDM-nya, bukan sistemnya. Kok malah sistemnya yang salah?,” katanya.

Menurutnya, jika ada kekurangan dalam sistem seharusnya Bappeda bisa memperbaiki. Namun, kesalahan input data anggaran seperti lem merek aibon, diyakininya mutlak kesalahan sumber daya manusia (SDM) bukan sistem. “Bappedanya benerin, sisir tugasnya,” ucapnya.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menilai, masalah penganggaran sudah terjadi selama bertahun-tahun. Dan pangkalnya ada di system dan Dia merasa mendapat warisan. “Ini problem muncul tiap tahun. maka yang kita koreksi adalah sistemnya. Sistem masih manual pengecekan manual, maka ada puluhan ribu item. Saya kerjakan satu-satu kemarin. Tapi saya tidak berpanggung,” ucap Anies.

Lihat juga...