Tengkorak
CERPEN ARIANTO ADIPURWANTO
Warga pembuat bata yang lain pun merasa telah diselamatkan. Mereka, termasuk Puq Banguq, percaya, arwah pemilik tengkorak pasti mendengar kata-kata laki-laki pincang itu. Dan jika ada hal buruk, mereka yakin, pasti yang ditimpa adalah laki-laki pincang.
Maka, sangat berbeda dengan hari-hari sebelumnya, hari ini, ia tidak pulang membawa sendal bekas, tetapi membawa tengkorak manusia. Remah-remah tanah berjatuhan di sepanjang jalan.
Sepanjang hari ia mengurung diri di dalam rumah. Memandangi harta baru miliknya sementara di tiap-tiap rumah, para warga membicarakan tentang siapa pemilik tengkorak itu.
Beberapa warga yang sangat penasaran mendatangi rumahnya, tapi ia mengurung diri di dalam, mengunci pintu, dan tidak ingin ditemui siapa pun. Selama ia menghilang, tidak sedikit warga seperti melihat ia merangkak-rangkak di tawingan mencari sendal bekas.
Salah seorang yang terkenal paling sakti di kampung, ketika mendengar cerita para warga, berkata: ia terkena kutukan.
Selama berminggu-minggu, cerita tentang tengkorak itu tidak pernah berhenti diceritakan. Cerita itu seperti tumbuh, meluas, dan melingkupi apa pun. dari kampung yang letaknya berkilo-kilo, seorang bocah pedagang keroncong mendengar cerita itu.
Puluhan keroncong-nya sebagian besar telah lapuk, dan siapa pun yang mendengarnya seperti mendengar arakan puluhan sapi, ia mencari sumber cerita yang ia dengar.
Di jalan ia bertemu dengan seorang kakek yang berjalan terbungkuk-bungkuk, dan kakek itulah yang menunjukkan padanya apa yang ia cari.
Mendaki bukit, melembah puluhan keroncong dan terdengar seperti arakan puluhan sapi, ia berjalan di belakang seorang kakek tua yang berjalan terbungkuk-bungkuk. Ketika sampai di puncak bukit, ia duduk, mengeluarkan peta dan sebundel lontar kuno warisan nenek moyangnya.