Tradisi Hantaran Mas Kawin Suku Biak, Kekayaan Warisan Budaya Papua

Tradisi mengantar mas kawin dari keluarga calon suami kepada keluarga perempuan dengan membawa berbagai piring adat, bahan makanan hingga uang merupakan warisan kekayaan budaya adat masyarakat Papua – Foto Ant

BIAK – Tradisi hantaran mas kawin (Ararem) dari calon suami kepada keluarga calon istri, telah berlangsung secara turun temurun secara adat di suku Biak. Keberadaanya menjadi warisan kekayaan budaya orang asli Papua, yang hingga kini masih tetap eksis bertahan di tengah kemajuan era teknologi modern.

Mas kawin di adat suku Biak biasanya berbagai jenis piring adat, guci, bahan makanan, peralatan rumah tangga, serta sejumlah uang. Barang dibawa keluarga laki-laki dan diantar bersama dengan iringan Tarian Wor ke rumah keluarga calon istri. Mengantar mas kawin dari keluarga calon suami menjadi sesuatu yang sangat sakral. Harus diberikan kepada keluarga perempuan yang kelak resmi akan menyandang status sebagai istri, dalam ikatan keluarga keret atau marga.

Masyarakat suku Biak yang telah hidup seratusan tahun silam, tetap mempertahankan dan menjaga tradisi membayar mas kawin tersebut. Ikatan dalam perkawinan di suku adat Biak, akan ditandai dengan membayar simbol-simbol mas kawin. Keberadaanya telah sangat mengikat dalam kehidupan tradisi masyarakat adat suku Biak.

Prosesi membayar mas kawin merupakan bentuk kehormatan dan harga diri dari keluarga calon pengantin laki-laki, untuk dapat membawa istri hidup berumah tangga guna meneruskan warisan keturunan ana bagi marga atau keret keluarga.

Ketua Dewan Adat Biak, Mananwir Gerard Kafiar, menyebut, tradisi adat bagi keluarga pria dengan membayar mas kawin kepada keluarga perempuan merupakan warisan nenek moyang suku masyarakat adat orang Biak. “Kebiasaan membayar mas kawin ini telah menjadi simbol keluarga suami dalam memenuhi hak hidup berumah tangga kepada istri atau calon pengantin perempuan,” ujar Kepala Suku Biak Manawir.

Lihat juga...