Harga Durian di Lamsel Stabil Meski Produksi Turun
Editor: Koko Triarko
Ferry menyebut, harga jual buah durian yang stabil meski pasokan minim, karena konsumen didominasi konsumen lokal. Sejak Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS) beroperasi dari Bakauheni hingga Sumatra Selatan, pengendara yang melalui Jalan Lintas Sumatra (Jalinsum) berkurang. Ia bahkan memilih menjual durian dengan harga stabil, agar tetap mendapat keuntungan.
“Konsumen berasal dari Jakarta, Banten dan Jawa Barat, mulai sepi melalui Jalinsum, membuat pedagang buah lokal ikut terdampak,” beber Ferry.
Sebagian buah yang tidak laku terjual, menurut Ferry, kerap dibeli oleh pembuat kuliner tempoyak.
Yanti, salah satu pembeli asal Penengahan, mengaku membeli buah durian yang berukuran kecil dan sebagian tidak terjual. Penyuka kuliner sambal tempoyak itu, menyebut daging buah durian yang memiliki rasa hambar atau tidak manis kerap tidak terjual.
“Konsumen kerap hanya membeli buah durian yang manis, sehingga tersisa durian yang hambar, dan dijadikan bahan tempoyak,” ungkap Yanti.
Buah durian yang tidak terjual, kerap dibeli hanya dengan harga Rp15.000 hingga Rp20.000. Setelah dikupas dan dipisahkan daging buah dengan biji, durian akan disimpan dalam toples kedap udara. Daging buah durian difermentasi dengan cabai merah, terasi, garam dan bisa digunakan sebagai sambal setelah disimpan selama dua pekan. Sambal tempoyak menjadi pelengkap kuliner ikan bakar dan pindang patin.
Jemu, pengepul buan durian lain di Desa Pasuruan, mengaku harus berburu ke kabupaten lain. Sebagian buah durian diperoleh dari wilayah Lamsel untuk dijual kembali secara eceran. Musim kemarau membuat hasil buah durian yang dibeli dari petani mengalami penurunan.