Mulai Panen, Jengkol Lampung Selatan Banyak Diminati
Editort: Mahadeva
LAMPUNG – Komoditas jengkol atau Archidendron pauciflorum hasil pertanian di Lampung Selatan saat ini memasuki masa panen raya.
Saiful, pemilik kebun jengkol di Desa Sidoluhur, Kecamatan Ketapang menyebut, harga komoditas jengkol saat ini masih rendah. Meski demikian, produksi buah yang stabil masih memberi keuntungan baginya. Buah jengkol kulitan atau belum dikupas, dijual seharga Rp4.000 perkilogram. Setelah dikupas harga jengkol mencapai Rp8.000 perkilogram. Permintaan buah jengkol sedang meningkat. Biasanya dimasak untuk semur, sambal dan rendang.
Selain itu, jengkol muda biasa dikonsumsi sebagai lalapan. Pesanan jengkol muda banyak datang dari pemilik warung makan pecel ayam dan lele. Jengkol muda dijual lebih mahal, untuk kondisi belum dikupas seharga Rp6.000 perkilogram.
“Permintaan skala besar buah jengkol, umumnya dari pasar tradisional di Provinsi Banten, karena pengangkutan dengan kapal di pelabuhan penyeberangan Bakauheni lebih cepat, permintaan lokal hanya dari pedagang kuliner,” ungkap Saiful kepada Cendana News, saat sedang panen jengkol di kebun miliknya, Senin (16/12/2019).

Jengkol yang banyak diminati, mendorong Saiful tidak hanya mengandalkan stok dari hasil kebun sendiri. Ia juga menjadi pengepul, dengan membeli jengkol langsung dari pohon. Pembelian biasa dilakukan dengan lelang atau tebas.
Satu pohon, pada musim panen raya dilelang dengan harga Rp75.000 hingga Rp100.000. Harga tersebut menyesuaikan perhitungan jumlah buah yang bisa dipanen. Rata-rata perpohon bisa menghasilkan 50 kilogram jengkol belum dikupas. Dibeli dengan harga rata-rata Rp3.000 perkilogram, dia bisa mendapatkan hasil Rp150.000. “Jika satu pohon saya lelang dengan harga Rp100 ribu setidaknya saya masih mendapat keuntungan kotor Rp50.000,” terang Saiful.