Tradisi Simah Laut Tetap Digelar di Pantai Ujung Pandaran Kotim

Ilustrasi salah satu kegiatan budaya di Sampit - Foto Ant

SAMPIT – Upacara Tradisi Simah Laut, kembali digelar oleh nelayan di Pantai Ujung Pandaran Kecamatan Teluk Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah, Minggu (8/12/2019).

“Seperti tahun lalu, acara puncak diisi dengan doa bersama. Sejak saya menjadi kepala desa tahun lalu, kami bersama masyarakat memutuskan untuk tidak lagi melarung 41 jenis kue ke laut. Acara puncaknya adalah doa bersama,” kata Kepala Desa Ujung Pandaran, Aswin Nur di Sampit, Kamis (5/12/2019).

Tradisi Simah Laut sudah berlangsung sejak lama. Tradisi ini menggambarkan ungkapan rasa syukur masyarakat, khususnya nelayan setempat atas hasil tangkapan selama ini. Warga menggelar acara, seraya berdoa agar tangkapan terus meningkat dan nelayan selalu diberi keselamatan saat di laut.

Tradisi tahunan ini dikemas menarik menjadi bagian event pariwisata Kotawaringin Timur. Tujuannya agar event ini terus dilestarikan, sekaligus mampu menarik minat wisatawan untuk berkunjung, apalagi kegiatan dilaksanakan di Pantai Ujung Pandaran yang merupakan objek wisata andalan kabupaten Sampit. Dulunya acara puncak tradisi ini adalah melarung atau menghanyutkan miniatur perahu nelayan yang diisi 41 jenis kue tradisional. Miniatur perahu tersebut dibawa ke tengah laut dan dihanyutkan.

Belakangan, prosesi melarung miniatur berisi 41 kue tradisional itu menjadi polemik karena dinilai mubazir dan bukan ajaran Islam. Hasil pembahasan bersama masyarakat dan tokoh agama setempat pada 2018, akhirnya diputuskan prosesi melarung tersebut tidak dilakukan lagi. Acara puncak disudahi dengan doa bersama.

Meski begitu, menjelang pelaksanaan Simah Laut tahun ini, polemik itu kembali muncul. Beberapa hari terakhir beredar surat terbuka dari pemuda masjid setempat ditujukan kepada bupati dan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yang isinya menolak pelaksanaan tradisi Simah Laut.

Lihat juga...