KSPI Khawatir Terjadi Rasionalisasi dalam Omnibus Law

JAKARTA — Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mewakili elemen buruh dan pekerja di seluruh Indonesia khawatir adanya rasionalisasi tenaga kerja dengan sistem fleksibel dalam Rancangan Undang-Undang Omnibus Law.

“Mereka menyebut fleksibel, fleksibilitas hubungan kerja. Konsekuensi dari kata fleksibel, artinya tidak jelas. Bagaimana tentang hak-hak pekerjanya? Itu satu (kekhawatiran),” kata Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Aziz, saat demo buruh di depan Kompleks Parlemen RI Senayan Jakarta, Senin (20/1/2020).

Ia menambahkan dengan hubungan kerja yang fleksibel, maka sistem pengupahan akan dihitung per jam. “Lalu, bagaimana sistem perhitungannya?” kata Riden.

​​​​​​Ia kemudian teringat kepada aturan tenaga kerja alih daya (outsourcing) yang ditolak oleh Serikat Pekerja karena dinilai merugikan para pekerja di Indonesia.

“Apa artinya kita bekerja kalau kita miskin? Apa artinya kita bekerja kalau tidak ada masa depan? Buat apa kita mempekerjakan anak hingga 12 tahun bahkan 20 tahun, hak-haknya tidak diperhatikan ketika masuk masa bekerja,” kata Riden.

Riden menjelaskan kalau pekerja berstatus seperti itu, yang dulu pernah ditentang oleh Serikat Pekerja, maka pekerja akan kehilangan hak-haknya memperoleh kesejahteraan pekerja umumnya, di antaranya upah tidak jelas, waktu bekerja tidak jelas, tidak mendapatkan tunjangan hari raya dan tunjangan kesejahteraan lainnya.

“Tapi pemerintah tetap memaksakan. Apa faktanya sekarang, anda cek. Silakan tanya kepada mereka yang bekerja dengan status outsourcing,” kata Riden.

Di antaranya ada yang berdemo di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Bengkulu, Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, mereka semua kata Riden turun dengan membawa isu yang sama.

Lihat juga...