Mainkan KPK sampai Ambyar
OLEH: BRIGJEN TNI (PURN) DRS. AZIZ AHMADI, M.SC
Main, adalah kata kerja. Sama dengan kata (ber)main. Ada aktivitas dan dinamika. Biasanya, diawali subyek dan diakhiri obyek. Misal, “Wahyu (ber)main api”. Tujuannya, refreshing. Relaksasi. Mencari hiburan. Mendapat kesenangan/kepuasan tertentu.
Begitu pun dengan kata, mainkan atau (me)mainkan. Juga kata kerja. Melakukan kegiatan dengan memakai sesuatu. Intinya, “(me)mainkan”, dapat bermakna, melaksanakan, memperagakan, dan memerankan.
Bagaimana dengan mainan? Secara semantik akhiran “an”, mengubah arti dan fungsi kata “main”. Berubah dari kata kerja, menjadi obyek/alat mainan. Sesuatu yang bisa dipermainkan.
Mèncrèt
Dua kata tersebut jika dirangkai berbunyi, “siap mainkan”. Ungkapan yang sudah lama memasyarakat. Bahasa gaul. Egaliter. Ekspresif. Mencitrakan suasana hati. Ceria, jenaka dan akrab. Termasuk, “SKSD” atau sok kenal sok dekat.
Namun kini, segalanya berubah. Menjadi berbeda dalam seminggu terakhir ini. Tiba-tiba terjadi vitalisasi. Siap mainkan, menjadi viral dan ambyar. Dari ujung lidah ke pucuk jari. Sampailah di layar WA. Konon, oleh Wahyu Setiawan (WS). Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Ironis dan sial, memang. Viral karena operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ambyar, karena terkait dugaan penyalahgunaan wewenang. Korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Menjadi lebih viral dan ambyar, karena dua komisi yang dimaqomkan di ranah dewa, “saling gigit dan adu sakti”.
Rentetannya makin viral dan ambyar lagi. Nyathèk atau menyeret partai politik besar negeri ini. Rèntèt serèntèt-rèntètnya. Indikasinya, ada yang masih sembunyi/lari dan menjadi buron. Indikasi lain, kenapa WS yang tercocok OTT, kok “nama” lain yang mèncrèt?