Penambangan Pasir Ilegal di Bintan Rugikan Masyarakat
TANJUNGPINANG — Pasir dari hasil pertambangan ilegal di Galang Batang, Teluk Bakau dan kawasan lainnya merugikan masyarakat dan pengusaha developer, kata salah seorang pengusaha perumahan terbesar di Kota Tanjungpinang, Suryono.
“Harga pasir sangat tinggi. Seandainya dilegalkan, harganya bisa lebih murah,” ujarnya di Tanjungpinang, Kamis (16/1/2020).
Berdasarkan penelusuran, harga pasir ilegal dengan ukuran tiga kubik Rp250.000. Pasir itu dibeli konsumen di lokasi pertambangan dengan menyewa truk sendiri.
Sementara harga pasir ilegal dengan ukuran tiga kubik yang dijual toko bangunan Rp460.000-Rp500.000. Pasir ini diantar ke tempat konsumen.
Suryono mengatakan biaya operasional untuk pertambangan pasir ilegal tidak sedikit. Pengusaha pasir tidak hanya menyiapkan modal usaha, melainkan juga mental.
“Kalau tidak ada pasir, tidak akan bisa membangun. Jadi ini juga hal yang perlu diperhatikan,” ucapnya.
Ia mengatakan pembangunan perkantoran, ruko dan perumahan menggunakan pasir dari Bintan. Kebutuhan pasir di Bintan dan Tanjungpinang cukup tinggi, terutama untuk perumahan.
Karena itu, seharusnya pemerintah memberi solusi agar tidak ada lagi pertambangan pasir ilegal di Bintan. Pemerintah harus menyiapkan kawasan khusus untuk pertambangan pasir.
Harga pasir juga dapat diintervensi pemerintah sehingga bisa lebih murah dibanding sekarang. Harga pasir yang tinggi juga mempengaruhi harga rumah, harga batako, dan harga lainnya.
“Saya pikir ini tidak sulit, jangan biarkan pengusaha bekerja secara ilegal. Tetapkan kawasan khusus pertambangan pasir, kemudian masyarakat dapat bekerja dan pemerintah dapat menarik retribusi,” katanya.