Sanggar Geumala Nanggroe Gelorakan Tarian Aceh di TMII
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
Lebih lanjut dijelaskan, tarian Ratoh Jaroe ini membawakan gerakan dalam posisi duduk, dari tempo pelan hingga cepat.
Tarian ini sudah ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya Internasional, sejak 2011, ditarikan dengan kompak oleh para penari.
Para penari biasanya menari sambil mendendangkan lagu dan menepuk-nepuk dada, menjentikkan jari sambil menggeleng-gelengkan kepala, dengan posisi duduk, sesekali berdiri di atas lutut mereka, kemudian sesekali juga membungkukkan badan.
Setiap penari akan menarikan gerakan yang sama. Sehingga membutuhkan waktu agar dapat terlihat kompak. “Tarian ini disajikan dengan hentakan gerakan tangan dan tubuh dalam iringan Rapa’i. Mereka harus kompak dalam setiap gerakannya,” ujar pria kelahiran 45 tahun ini.
Musik rapa’i dan syair lagu yang dinyanyikan pelantun dalam bahasa Aceh menghiasi setiap gerakan tari. Biasanya, semua penari juga ikut menyanyikan syair itu seirima gerakan tangan dan tubuhnya.
Dia menjelaskan, tari Ratoh Jaoe ini sangat populer dan telah menghiasi perhelatan Asian Games 2018. Tarian ini dikembangkan oleh Yusri Saleh atau lebih dikenal Dek Gam, pada tahun 2000.
Tari Ratoh Jaroe merupakan tarian “pendatang baru” di Aceh dan belum menjadi tari tradisional.
Dengan membawa alat musik rapa’i, Dek Gam memilih hijrah ke Jakarta dengan tujuan mencari nafkah, lalu mengembangkan tarian ini.
“Gerakan Ratoh Jaroe diangkat dari berbagai tarian yang ada di Aceh. Seperti Ratep Meuseukat, Likok Pulo, Rapai Geleng, dan tari asal Aceh lainnya. Hingga tarian ini terkenal di Jakarta tahun 2004, dan tenar di tahun 2010,” jelas Fauzan.
Dalam syair dan gerakan, tarian ini bermakna kehidupan. Dimana Ratoh berasal dari Bahasa Arab, yang artinya melakukan pujian kepada Allah SWT melalui doa yang dinyanyikan.