Budaya Menenun di Flores Harus Diwariskan ke Generasi Muda
MAUMERE — Budaya menenun di masyarakat Pulau Flores termasuk Kabupaten Sikka turun temurun diwariskan dari generasi ke generasi, namun saat ini banyak generasi muda yang tidak tertarik untuk belajar mengikat motif dan menenun kain.
Menenun ini hampir ada di semua wilayah kabupaten di Pulau Flores yang terdiri atas 8 kabupaten sejak dari wilayah Flores Timur di ujung timur hingga Manggarai Barat di ujung barat Pulau Flores.
“Setiap wilayah dalam satu kabupaten saja memiliki motif tenun ikat berbeda. Warnanya pun berbeda karena ada warna dominan di setiap daerah yang menjadi ciri khas,” kata Maria W. Parera, salah seorang penenun di kota Maumere, Sikka, Nusa Tenggara Timur, Minggu (2/2/2020).
Maria mengatakan, rata-rata tenun di wilayah Pulau Flores merupakan tenun ikat dimana motif yang dihasilkan di kain harus diikat atau dibentuk terlebih dahulu menggunakan daun gebang atau lontar.
Setelah dibentuk kata dia, benang yang telah diikat motifnya tersebut lalu dicelup dengan pewarna dan dijemur hingga kering baru dilepaskan sehingga motifnya tersebut terbentuk lalu ditenun.
“Ada wilayah yang tidak mengikat motif seperti di Pulau Timor dimana motif dibentuk langsung saat proses menenun. Kalau proses menenunnya dinamakan sotis dan kain tenun Timor biasanya berwarna cerah,” ungkapnya.
Maria mengatakan, dalam budaya masyarakat Kabupaten Sikka dahulu, seorang perempuan yang sudah bisa menenun akan dianggap sebagai perempuan dewasa dan siap menikah.
Makanya sebut dia, sejak usia sekolah dasar seorang perempuan di Sikka zaman dulu diajarkan oleh ibunya menenun dimulai dari proses pemintalan benang, mengikat motif, mewarnai benang hingga menenun menjadi kain.