INDEF Minta Pemerintah Tolak Status Negara Maju
Editor: Makmun Hidayat
Sementara itu, tambah dia, batasan pendapatan negara maju atau upper-middle income yang digunakan Unites States Trade Representatives (USTR), mengacu pada ketentuan Bank Dunia, yakni sebesar US$13.275.
Adapun terkait angka pembangunan sosial, dimana penduduk dengan tingkat pengeluaran penduduk di bawah US$1,9 per hari untuk Indonesia mencapai 5,7 persen.
Dan sebesar US$3,2 per hari sebanyak 27,3 persen. Sementara untuk negara berpendapatan tinggi (high economies) masing-masing sebesar 0,6 persen dan 0,9 persen.
Atas uraian pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut, Ahmad menyarankan pemerintah agar mendeklarasikan diri sebagai negara berkembang, bukan negara maju agar tetap mendapatkan akses WTO.
“Khususnya perjanjian terkait subsidies and countervailing measures (SCM),” ujar Ahmad.
Negara berkembang yang berhasil mendapatkan pengakuan atas perjanjian tersebut, antara lain sebut dia, Albania, Armenia, Georgia, Kazakhstan, Republik Kirgistan, Moldova, Montenegro, Makedonia Utara, dan Ukraina.
Lebih lanjut dia menyampailan, Indonesia dikeluarkan sebagai anggota negara berkembang dalam prinsip hukum Countervailing Duty (CVD) pada 10 Februari 2020.
AS dan WTO beralasan share Indonesia dalam perdagangan dunia sudah di atas 0,5 persen dan menjadi anggota G20. Hingga kemudian Indonesia diberi status negara maju.
Sehingga dampaknya, AS akan melakukan penyelidikan antisubsidi ke penyelidikan trade remedies lain. Yaitu, seperti antidumping pasca beralihnya status Indonesia dari negara berkembang menjadi negara maju.
INDEF mendorong Indonesia melakukan kerja sama dengan negara Brazil, India, Malaysia, Thailand, Vietnam, Afrika Selatan dan Argentina, untuk memprotes status baru dalam persidangan WTO.