Mateus Mencari Uma

CERPEN TJAK S. PARLAN

SEJUMLAH orang yang ditemuinya menganggapnya sedikit aneh karena pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkannya.

Mereka biasanya menyarankannya ke suatu tempat untuk menemui orang-orang tertentu yang lebih tua dalam usia dan pengalaman. Mateus telah mendatangi tempat-tempat itu dan berbicara dengan orang-orang tersebut.

Namun, dia tidak menemukan apa yang dicarinya dan itu tidak membuatnya berhenti bertanya-tanya. Suatu kali dia bertemu dengan Nesto, laki-laki 30-an tahun yang belum lama berhenti dari pekerjaannya di sebuah hotel di Tuapeijat.

“Pergilah ke daerah hulu, menyeberang ke Siberut sana,” ujar Nesto. “Kamu bisa menyusuri Sungai Rereiket dan berhenti di sebuah desa. Saya yakin, di sana masih ada rumah adat itu.”

Mateus tidak menginginkan jawaban seperti itu. Nesto tidak tahu bahwa dia telah menghabiskan masa kecilnya di sebuah dusun yang berada di wilayah aliran Sungai Rereiket.

Namun, sejak duduk di bangku SMP hingga SMA dia sudah jarang berada di kampung halamannya. Selama waktu itu dia tinggal di rumah pamannya di Muara Siberut.

“Itu sama saja dengan menyuruh saya pulang kampung,” tanggap Mateus. “Sudah tidak ada keluarga dekat di sana, kecuali tersisa sedikit kawan semasa kecil.”

“Madobag?”

“Di atasnya lagi.”

“Saya pernah ke Madobag-Ugai. Dulu sekali dan di sana masih ada.”

“Ya, memang seperti itu. Tapi saya tetap heran, kenapa di seluruh pulau ini saya tidak pernah menemukan uma?”

Nesto menggeleng kecil, entah benar-benar tidak tahu atau ragu. Mateus masih berharap Nesto hanya sedang melewatkan sesuatu.

Siapa tahu, Nesto tiba-tiba bisa mengingatnya dan menyebutkan sebuah tempat—dan Mateus pasti akan pergi ke tempat itu. Namun, seperti yang sudah-sudah, hal itu tidak terjadi.

Lihat juga...