Pengucilan Perempuan Hamil di Luar Nikah di Sikka, Masih Terjadi

Editor: Makmun Hidayat

MAUMERE — Seorang anak perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual dan hamil serta melahirkan anak di luar nikah atau hamil akibat pemerkosaan atau kekerasan seksual yang menimpanya harusnya tidak boleh dikucilkan dari kampung.

Budaya atau kepercayaan soal adanya bencana atau malapateka yang akan terjadi pada kampung tersebut akibat adanya warganya yang hamil di luar nikah di beberapa wilayah Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) harusnya mulai dilihat kembali.

“Memang dulu ada kepercayaan kalau ada anak yang hamil di luar nikah maka dianggap membawa aib atau kesialan bagi kampung tersebut. Ini masih diyakini di beberapa wilayah kampung atau desa,” kata Lusiana Kise salah seorang warga Maumare, Minggu (2/2/2020).

Koordinator Tim Relawan Untuk Kemanusiaan (TRUK), Suster Eustochia, SSpS saat ditemui di kantornya di kota Maumere, Minggu (2/2/2020). -Foto: Ebed de Rosary

Lusi sapaannya menyebutkan, memang dahulu ada semacam larangan adat seperti itu dan niatnya memang baik tetapi untuk situasi saat ini harusnya dicari tahu terlebih dahulu penyebabnya.

Dia menyesalkan adanya diskriminasi dalam kasus ini dimana anak atau perempuan dewasa yang hamil di luar nikah malah diusir dari kampung sementara laki-lakinya tidak diusir.

“Harusnya pelakunya yang dihukum berat karena melakukan perbuatan tidak baik. Kasihan kalau perempuan yang menjadi korban malah diusir sementara laki-lakinya tidak,” ungkapnya.

Sementara itu kordinator Tim Relawan Untuk Kemanusian (TRUK) Suster Eustochia, SSpS mengatakan di sebuah desa di wilayah timur Kabupaten Sikka ada anak perempuan di bawah umur yang dihamili oleh saudara sepupunya.

Lihat juga...