Sah, di Ethiopia Unggah Konten Pemicu Keresahan Dipenjara
ADIS ABABA – Parlemen Ethiopia mengesahkan undang-undang yang dapat memenjarakan warga, yang dianggap mengunggah konten internet pemicu keresahan, Kamis (13/2/2020).
Pemerintah mengatakan, undang-undang itu diperlukan untuk mencegah aksi kekerasan menjelang pemilu. Namun, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan, undang-undang itu akan mematikan kebebasan berbicara.
Selama beberapa dekade, Ethiopia merupakan salah satu negara di Afrika yang dikendalikan dengan sangat ketat. Namun negara itu mengalami perubahan politik yang sangat besar, sejak Perdana Menteri yang berjiwa reformis, Abiy Ahmed, berkuasa dua tahun lalu.
Meski Abiy telah membebaskan tahanan politik dan wartawan, serta mencabut larangan terhadap partai oposisi. Pemerintahannya masih harus berjuang mengekang kerusuhan dalam kekerasan etnis. Pemilu tahun ini dipandang sebagai ujian terbesar, apakah reformasi politik yang ambisius dari Abiy masih bisa bertahan.
UU baru itu memungkinkan denda hingga 3.000 dolar AS dan penjara hingga lima tahun, bagi siapa pun yang menyebarkan dan menciptakan unggahan di media sosial yang dianggap melahirkan kekerasan, atau gangguan terhadap tatanan masyarakat.
Sebanyak 297 legislator yang hadir dalam sidang menyetujui pengesahan RUU itu, sementara hanya 23 orang yang menolak. “Ethiopia menjadi korban disinformasi. Negeri ini merupakan tanah air keanekaragaman dan UU ini akan menyeimbangkan keanekaragaman itu,” kata legislator, Abebe Godebo.
Beberapa legislator yang menentang UU itu mengatakan, aturan itu melanggar jaminan konstitusional atas kemerdekaan berbicara. Sementara Abiy, yang meraih Hadiah Nobel di tahun lalu atas jasanya melakukan rekonsiliasi dengan musuh abadi dan tetangga Ethiopia, Eritrea bersumpah, pemilu tahun ini akan berlangsung bebas dan jujur. Negeri berpenduduk 108 juta jiwa itu menyelenggarakan pemilu secara teratur sejak 1995. Namun, hanya sekali di 2005, yang berlangsung secara kompetitif.