Dokter Tegaskan Larangan Jual-Beli Ginjal
JAKARTA – Dokter dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), menjelaskan secara legalitas seseorang yang mendonorkan ginjalnya kepada orang lain secara sukarela diperbolehkan dari sisi hukum dan medis, sementara perbuatan menjual ginjal dilarang.
Wakil Sekretaris Umum Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), dr. Pringgodigdo Nugroho, Sp.PD-KGH., dalam konferensi pers tentang Hari Ginjal Sedunia di Kementerian Kesehatan Jakarta, Kamis (12/3), menerangkan tindakan transplantasi ginjal hanya diperbolehkan, bila pasien mendapatkan orang yang mau mendonorkan ginjalnya secara sukarela untuk kebutuhan tindakan medis.
“Prosedurnya, pasien yang akan melakukan tindakan transplantasi ginjal harus menyediakan sendiri pendonor ginjal tersebut. Rumah sakit atau apalagi dokter tidak diperkenankan menawarkan donor ginjal kepada pasien, karena terjadi konflik kepentingan,” katanya.
Setelah pasien mengajukan seorang pendonor, pihak rumah sakit akan melakukan penafisan dengan menghadirkan psikiatri dan tim advokasi yang akan mewawancarai pendonor.
Wawancara dilakukan untuk mengetahui apakah pendonor berada dalam tekanan atau memang secara sukarela mendonorkan ginjalnya.
Sementara jika seseorang dengan sengaja dan secara sadar menjual ginjalnya, hal tersebut dilarang oleh undang-undang. Jika terdapat tindakan jual beli organ tubuh, termasuk ginjal, akan ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian.
“Ada undang-undangnya tidak boleh jual beli, polisi yang akan tindak lanjut di ranah hukum,” kata dia.
Peraturan mengenai pelarangan jual beli organ tubuh tersebut termaktub dalam Pasal 64 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, bahwa organ dan atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apa pun. Ancaman pidana terhadap jual beli organ tubuh paling lama 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.