Kontroversi Penambangan Pasir Laut di Lamtim Picu Konflik

Berdasarkan catatan WALHI Lampung, kata dia, pada 11 Agustus 2016 masyarakat pesisir perairan Syahbandar, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur juga pernah melakukan penyanderaan terhadap kapal milik PT SSN yang akan melakukan eksploitasi pasir laut.

Kedua kejadian tersebut, lanjutnya, merupakan bentuk penolakan masyarakat dan merupakan protes kepada Pemprov Lampung yang telah menerbitkan Izin Usaha Pertambangan-Operasi Produksi (IUP-OP) di wilayah tangkap nelayan pada tahun 2015.

WALHI Lampung menilai Pemprov Lampung cacat administrasi dalam penerbitan izin tersebut serta mengabaikan partisipasi masyarakat dalam proses pembahasan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) yang dilaksanakan oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Lampung tahun 2015.

“Penolakan masyarakat tersebut karena bila perusahaan itu diberikan izin pertambangan ke depan akan merusak wilayah tangkap nelayan pesisir Kabupaten Lampung Timur, merusak ekosistem budi daya kepiting rajungan dan berpotensi menenggelamkan Pulau Sekopong,” ujarnya lagi.

Menurutnya, sudah saatnya Pemprov Lampung bertindak tegas dan mendengarkan aspirasi rakyatnya serta melakukan kerja yang prorakyat.

“Pemprov harus segera melakukan pencabutan seluruh izin pertambangan pasir laut, bukan hanya di Kabupaten Lampung Timur, tapi semua izin pertambangan pasir laut di Provinsi Lampung, karena dapat merusak ekosistem dan merugikan nelayan serta masyarakat sekitarnya,” katanya menegaskan pula.

Para nelayan tetap menolak penambangan pasir laut di sekitar perairan Pulau Sekopong, Lampung Timur itu–kendati perusahaannya sudah memiliki izin– mengingat kawasan penambangan merupakan tempat nelayan mencari ikan dan harus dijaga kelestarian terumbu karang di sekitarnya, demi kepastian penghidupan ribuan nelayan beserta keluarga mereka di sini.

Lihat juga...