Panjangnya Rantai Distribusi Daging Sapi Sebabkan Harga Tinggi

Ilustrasi - Daging sapi -Dok: CDN

JAKARTA – Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta, mengatakan rantai distribusi daging sapi yang panjang perlu disederhanakan karena berpotensi mengakibatkan lonjakan harga di Tanah Air.

“Panjangnya rantai distribusi daging sapi lokal memengaruhi harga daging sapi tersebut di pasaran. Hal ini terjadi karena munculnya biaya-biaya tambahan, seperti biaya transportasi. Luasnya wilayah Indonesia dan belum meratanya infrastruktur jalan, membuat biaya transportasi menjadi sangat tinggi,” kata Felippa, dalam rilis di Jakarta, Kamis (12/3/2020).

Menurut dia, penetapan harga acuan penjualan daging sapi di tingkat konsumen sebesar Rp80.000 per kilogram tidak mampu menahan tingginya harga yang terbentuk akibat panjangnya rantai distribusi tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian CIPS, daging sapi melewati tujuh hingga sembilan tahapan sebelum sampai di tangan konsumen. Proses distribusi dimulai dari peternak.

Selain itu, ujar dia, peternak menjual sapi mereka langsung kepada pedagang setempat yang berskala kecil, atau melalui tempat penggemukan sapi (feedlot) yang memberi makan sapi secara intensif untuk meningkatkan bobot sapi dan nilai jualnya.

Tahapan selanjutnya adalah pedagang berskala kecil kembali menjual sapi ke pedagang berskala besar, dengan menggunakan jasa informan untuk mendapatkan harga pasar yang paling aktual.

Kemudian dari pedagang berskala besar ini, sapi dijual lagi ke pedagang regional, yang wilayah dagangnya meliputi beberapa kabupaten, provinsi dan sejumlah pulau kecil.

Setelah itu, sapi kembali dijual ke pedagang yang ada di penampungan ternak (holding ground). Tahapan ini berfungsi sebagai area transit ketika mereka menunggu pedagang grosir dari Rumah Potong Hewan (RPH), untuk memilih hewan ternak yang akan dibeli dan dipotong.

Lihat juga...