Ruang Tamu

CERPEN BULAN NURGUNA

ADA sebuah rumah berlantai dua di tengah kota yang hanya terdiri dari ruang-ruang untuk tamu. Rumah itu didominasi bahan kayu, di banyak bagian temboknya berhias ukiran kayu dan semua furniturnya terbuat dari kayu.

Pemilik rumah itu adalah seorang lelaki berusia dua ratus tahun, tetapi karena semangatnya pada kehidupan, wajah dan kekuatan fisiknya terlihat seperti baru berusia lima puluh tahun. Dia tidak menabung sakit, dia sehat walafiat.

Di rumah itu dia tinggal seorang diri. Tidak ada istri atau kekasih, tidak ada anak atau keponakan. Tidak ada keluarga. Hanya dua orang pembantu yang bergantian datang untuk membersihkan rumah dan menyiapkan minuman serta makanan bagi tamu-tamunya.

Lelaki itu telah berhemat dan bekerja keras, jadi sekarang dia tak perlu bekerja lagi. Di tabungannya sudah ada uang yang cukup untuk menghidupi dirinya dengan layak bahkan bila dia sampai berumur seribu tahun. Jadi sekarang, pekerjaannya hanyalah menerima tamu-tamu di rumahnya.

Tamu-tamu itu datang tentu dengan berbagai alasan, ada yang datang untuk sekadar melihat-lihat rumah yang indah itu, ada yang datang untuk menanyakan rahasia awet muda dan panjang umur, dan lain sebagainya.

“Wah, sejuk sekali rumah ini. Seperti berada di tengah-tengah hutan,” kata seorang lelaki yang datang dengan keluarganya.

“Banyak orang yang mengatakan demikian. Dan memang demikian adanya,” kata tuan rumah.

Rumah itu memang sejuk sekali. Saluran udaranya selalu bersih, jendela-jendelanya besar, tanaman-tanaman di halamannya rimbun oleh dedaunan dan bunga-bunga.

“Tetapi, apa tidak kesepian tinggal di sini seorang diri?”

“Jadi kedua pembantuku kau anggap apa? Properti? Seperti kursi dan meja ini? Atau seperti sapu dan lap pel?”

Lihat juga...