Intelijen Amerika di Balik Pak Harto Berhenti
OLEH: NOOR JOHAN NUH
Dari Kemusuk
HARI RABU KLIWON, tanggal 8 Juni 1921, bertepatan dengan 1 Syawal 1339, dari rahim seorang perempuan bernama Sukirah, istri bapak Kertosudiro, lahir seorang bayi lelaki diberi nama Soeharto. Tidak seperti mitologi kelahiran orang-orang besar yang acap kali dikaitkan dengan tanda-tanda alam, tidak demikian dengan kelahiran bayi Soeharto. Tidak ada letusan Gunung Merapi atau tsunami di Lautan Hindia—tidak ada tanda-tanda alam istimewa yang mengiringi kelahiran bayi itu di Desa Kemusuk.
Dia bukan Putra Sang Fajar, bukan pula Putra Sang Senja. Dia bayi lelaki biasa yang lahir di satu desa yang berada di bawah bayang-bayang candi Budha terbesar di dunia yang dibangun pada abad kedelapan: Candi Borobudur. Tidak ada jalan beraspal, listrik atau fasilitas lain di Desa Kemusuk pada tahun 1921. Desa kecil yang damai ini hampir tidak pernah dibicarakan orang sampai bayi itu kemudian menjadi Presiden Republik Indonesia kedua.
Menumpas Pemberontakan G30S/PKI
NAMA PAK HARTO muncul secara nasional pada waktu negeri ini mengalami krisis kebangsaan dan penuh kekacauan akibat pemberontakan Gerakan 30 September (G30S) yang didalangi Partai Komunis Indonesia (PKI)—G30S/PKI, tahun 1965. Mayor Jenderal Soeharto yang pada waktu itu sebagai Panglima Kostrad, secara hirarki atau standing order adalah orang kedua di Angkatan Darat.
Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Ahmad Yani bersama enam perwira Angkatan Darat diculik dan dibunuh oleh pemberontak G30S/PKI. Intuisi militer Mayor Jenderal Soeharto, dalam situasi negara dalam keadaan kritis tanggal 1 Oktober 1965, ia mengambil alih pimpinan Angkatan Darat (sesuai standing order) dan menumpas pemberontakan itu, menyelamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi Negara Komunis.