Kudeta?
OLEH: BRIGJEN TNI (PURN) DRS. AZIZ AHMADI, M.SC
SUDAH cukup banyak suara/aspirasi, yang seakan menggugat/mempertanyakan sikap TNI/militer, atas kondisi bangsa dan negara dewasa ini.
Bagaimana TNI? Militer? Angkatan Darat? Kok adem-ayem? Mbok kudeta?!
Watak paling primitif tapi termulia dari militer, adalah mbrebes mili melihat rakyat susah dan menderita, tidak sanggup berlama-lama menyaksikan instabilitas, dan sama sekali tidak happy menyaksikan kepemimpinan politik yang lemah atau amburadul.
Sedangkan watak primitif tercelaka, adalah kudeta. Kapan? Segera, ketika tiga kondisi utama di atas terwujud. Begitu teorinya. Tidak perlu di-opyak-opyak dan atau dikompori lagi.
Politik/demokrasi punya strategi/cara lain, guna mencegah militer tidak menjurus menjadi gerombolan bersenjata yang berbahaya. Salah satu bab besar dalam politik/demokrasi, adalah mengatur Hubungan Sipil-Militer. Bagi politik/demokrasi, “terlampau mahal jika urusan perang hanya diserahkan kepada para Jenderal”.
Sepakat. Itulah yang terjadi dan berlaku di negara-negara yang mengaku demokratis. Militer mesti di bawah kendali sipil/politik. Militer haram bermain politik (praktis). Militer bukan “kekuatan”, tetapi sekedar “alat mati”, untuk mencapai tujuan politik. Keterlibatan militer dalam politik, serta-merta dimaknai sebagai, “political decay”, atau pembusukan politik. Tak boleh terjadi.
Para pendiri dan pendekar NKRI sejak awal sepakat, republik baru ini marhaban dan berdamai dengan demokrasi. Tapi, tentu bukan “model barat”, yang individualis – liberal. Bukan pula “model timur”, yang otoriter – totaliter. Ideologi Pancasila dikedepankan. Disepakatilah Demokrasi Pancasila, sebagai sintesa dari dua ideologi besar yang sudah ada sebelumnya itu (Barat dan Timur).