Menunda Impor Bawang Putih, Pengusaha Harus Disanksi
JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta pemerintah menetapkan sanksi yang tegas, kepada importir yang dengan sengaja dan tanpa alasan menunda realisasi impor bawang putih.
Anggota KPPU, Guntur S. Saragih mengatakan, di tengah pandemi Covid-19, serta menjelang Ramadan dan Idul Fitri, ketersediaan pasokan bahan pokok, termasuk bawang putih perlu dipastikan tetap ada di pasar. Mengingat bawang putih masih bergantung pada impor dari China, Pemerintah perlu mendorong dan mengawasi, agar importir bawang putih melakukan realisasi impor atas izin yang telah diterimanya.
“Dalam kondisi wabah seperti ini, relaksasi saja tidak cukup, namun pemerintah juga memberikan tekanan pada pengusaha untuk merealisasikan izinnya, karena yang terpenting adalah ketersediaan bawang putih di pasar,” kata Guntur, Kamis (2/4/2020).
Kementerian Pertanian telah menerbitkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) bawang putih sebanyak 450.000 ton kepada 54 importir. Selain itu, Kementerian Perdagangan juga mengeluarkan relaksasi impor bawang putih.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Permendag No.27/2020, yang juga mengatur penghapusan sementara Surat Perijinan Impor (SPI), maupun Laporan Surveyor (LS), yang selama ini menjadi syarat importasi bawang putih. Namun demikian, Guntur menilai, relaksasi saja tidak cukup. Harus diiringi pemberian sanksi tegas. Bahkan jika diperlukan, pemerintah dapat melakukan blacklist kepada importir-importir nakal yang dengan sengaja menunda realisasi pemasukan bawang putih.
KPPU siap melakukan penegakan hukum persaingan, jika para importir secara bersama-sama melakukan kartel, guna menghambat realisasi impor tersebut. Dari sisi persaingan usaha, penghambatan realisasi impor secara bersama-sama disamakan dengan upaya menahan pasokan dan mengatur pemasaran suatu barang atau jasa, dilarang oleh Undang-Undang No 5/1999.