Pembudidaya Kerang Hijau di Lamsel Terdampak Covid-19

Editor: Koko Triarko

Ketika sejumlah objek wisata buka, Amran Hadi menyebut pedagang meminta kerang hijau dalam jumlah banyak. Sebab, kerang hijau yang dijual dengan cara direbus atau disajikan dalam olahan kuliner diminati wisatawan. Permintaan yang tetap stabil hanya berasal dari wilayah Lamsel pada sejumlah pasar tradisional.

“Permintaan luar daerah asal Banten, Bandarlampung dan kota lain sementara terhenti, sedangkan hasil panen melimpah,” cetusnya.

Sebagai solusi mengurangi kerugian imbas berkurangnya pasar atau permintaan, Amran Hadi memilih menjual kerang hijau dengan harga murah. Sebelumnya, pada level pembudidaya ia menjual kerang hijau per kilogram seharga Rp10.000.

Harga tersebut lebih murah dari tahun sebelumnya yang bisa mencapai Rp11.000. Namun imbas permintaan sepi, ia rela menjual per kilogram kerang hijau hanya Rp5.000.

Membudidayakan kerang hijau hingga ribuan tonggak, Amran Hadi mengaku harus mengeluarkan modal cukup banyak. Untuk membeli ban bekas, tonggak kayu dan bambu. Setiap tonggak normalnya ia bisa memanen sekitar 10 kilogram kerang hijau. Hasil Rp100.000 bisa diperoleh per tonggak, jika dijual Rp10.000 per kilogram.

“Harga yang anjlok tentunya akan sangat memukul para pembudidaya, terlebih pada masa pandemi Covid-19 permintaan menurun,” tutur Hasran Hadi.

Sebagai solusi mengurangi kerugian, Amran Hadi menerapkan penjualan keliling (mengider). Setelah panen kerang hijau akan dijual dengan motor secara berkeliling ke sejumlah warga. Cara tersebut dilakukan, agar ia bisa menutupi biaya operasional dan memenuhi kebutuhan hidup.

“Sehari-hari sumber pendapatan kami hanya berasal dari budi daya kerang hijau dan rumput laut, jadi harap pemerintah bisa memberi perhatian,” bebernya.

Lihat juga...