Hingga Mei, Insentif Fiskal Impor Capai Rp2,74 Triliun

Editor: Makmun Hidayat

Dirjen Bea Cukai, Heru Pambudi saat ditemui di salah satu jumpa pers terkait penindakan barang ilegal, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, beberpa waktu lalu. -Foto Amar Faizal Haidar

JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) mencatat, hingga 19 Mei 2020 pemerintah telah memberikan insentif fiskal impor barang untuk penanggulangan pandemi Covid-19 dengan total nilai impor mencapai Rp2,74 triliun.

“Dari data yang kami punya, komoditas impor terbesar adalah masker. Itu jumlahnya sebanyak 106.571.092pcs dari berbagai negara,” terang Dirjen Bea Cukai, Heru Pambudi, Kamis (28/5/2020) di Jakarta.

Budi mengatakan, adapun fasilitas yang dimanfaatkan oleh importir diantaranya melalui skema barang hibah bagi yayasan/lembaga sosial (PMK70),  barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat/ Daerah (PMK 171), barang penanggulangan Covid-19 sesuai lampiran huruf A (PMK 34), dan non fasilitas.

“Fasilitas yang diberikan dari skema tersebut berupa pembebasan bea masuk (BM) dan cukai, tidak dipungut PPN dan PPnBM, dan dikecualikan dari pungutan PPh 22 Impor,” tandas Heru.

Total nilai pembebasan sejak 13 Maret hingga 19 Mei 2020 sendiri mencapai Rp602,61 miliar dengan rincian pembebasan BM sebesar Rp258 miliar, tidak dipungut PPN dan PPnBM sebesar Rp239 miliar, dan dikecualikan dari pungutan PPh 22 sebesar Rp103 miliar.

Sementara itu, Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga DJBC, Syarif Hidyat menambahkan, bahwa fasilitas impor juga diberikan dengan skema Surat Keterangan Asal (SKA) dengan negara-negara mitra ASEAN.

“Secara rata-rata jumlah importasi yang menggunakan SKA dibandingkan total devisa impor pada tahun 2020 berada pada kisaran angka 33 persen,” kata Syarif.

Importasi komoditi pangan yang masuk dalam daftar 10 komoditi impor dengan SKA adalah gula dan kembang gula yang berasal dari Australia, China, dan India.

Lihat juga...