Lebaran

CERPEN EDY FIRMANSYAH

“Kau lihat, kan? Kau lihat? Bahkan bermain Russian roulette pun aku selalu dipenuhi keberuntungan,” ujarnya. Ia kembali memutar silinder pistolnya secara acak, seolah ingin menguji nasibnya sekali lagi.

Tapi aku gegas merampasnya. Kemudian aku membuka pistol itu. Sialan! Ada tiga peluru di dalamnya. Aku meletakkan pistol itu lagi di meja. Dadaku berguncang.

Setelah berbuka puasa bersama dengan dada berdebar, aku pamit pulang dan berjanji untuk ketemu dua hari lagi di tempat yang sama ini. Sepanjang perjalanan pulang aku mencoba membayangkan sebuah adegan cerita yang setidaknya bisa kutulis untuk mengisahkan semua ceritanya, tapi gagal.

Yang ada dalam pikiranku justru bukan cerita, melainkan kengerian-kengerian. Lagi pula apa yang kusaksikan barusan terlalu fiktif dibandingkan apa yang kupikirkan tentang cerita fiksi. Bahkan ditulis sebagai kisah nyata pun juga fiktif. Tapi nyata. Aneh memang. Tapi setiap hidup memang punya keanehannya sendiri.
***
AKU sudah menunggunya lebih dari lima jam di tempat yang sama sebagaimana kesepakatan tempo hari, tapi ia tak datang-datang. Aku mengabarkan hal itu pada pacarku dan pacarku berkali-kali menelponnya tapi tak jua diangkat.

“Mungkin sedang menyiapkan rencana bunuh diri yang lain lagi. Bukankah Lebaran sebentar lagi?” ujar pacarku mengakhiri pembicaraan.

Cukup masuk akal, batinku. Dan entah mengapa aku merasa kehilangan. Tak banyak orang di dunia ini yang ingin bunuh diri tapi selalu gagal. Entah gagal entah beruntung aku tak paham. Justru yang paling banyak orang yang ingin panjang umur.

Sehingga bisa saling memaafkan setiap lebaran. Aneh juga sebenarnya perasaan kehilanganku. Bukankah ia ingin melakukan bunuh diri atas kemauannya sendiri, kok, aku merasa kehilangan?

Lihat juga...