Lepet dan Kupat, Simbol Doa Masyarakat Islam Jawa

Editor: Koko Triarko

SEMARANG – Ketupat dan lepet, bagi masyarakat Jawa, khususnya Jawa Tengah, tidak hanya sekadar menu wajib yang ada setiap Lebaran Ketupat atau Bodho Kupat. Ada harapan dan doa, yang disimbolkan dalam keduanya.

“Kata orang-orang tua dahulu, lepet dan ketupat bisa menjadi tolak bala atau simbol doa keselamatan. Orang tua saya juga mengajarkan itu, jadi jelang Lebaran Ketupat, H-1 hingga H+1, ketupat dan lepet saya tempelkan di pintu, bisa di gagang pintu atau cantolan,” papar Hapsari, warga Semarang, sembari menunjukkan lepet dan ketupat yang dicantolkan di pintu rumahnya, Minggu (31/5/2020).

Diterangkan, tradisi tersebut saat ini sudah jarang dilakukan, terutama oleh generasi milenial sekarang.

Ketupat dan lepet, bagi masyarakat Jawa, khususnya dari Jawa Tengah, tidak hanya sekedar menu wajib yang ada setiap Lebaran Ketupat atau Bodho Kupat. Ada harapan dan doa, yang disimbolkan dalam keduanya. –Foto: Arixc Ardana

“Anak muda sekarang saya lihat sudah tidak ada, mereka mungkin juga tidak tahu, lepet itu apa, kalau ketupat masih mengetahui,” terangnya.

Hal senada juga disampaikan Parinah, yang tinggal tidak jauh dari rumah Hapsari, di daerah Tembalang, Semarang.

“Ibu yang mengajari, orang tua zaman dulu kan masih kuat memegang tradisi,” tuturnya.

Tidak hanya itu, penggunaan janur pada ketupat dan lepet, juga mengandung makna atau filosofi.

“Janur itu bisa dimaknai, sejating nur atau cahaya sejati, sebagai simbol harapan, semoga bersih bersinar seperti cahaya sejati. Harapan, bahwa setelah lebaran dengan menjalankan puasa, beribadah serta saling memaafkan, kita semua bersih bersinar,” paparnya.

Lihat juga...