Pak Harto Tidak Pernah Mengubah UUD 1945
OLEH: NOOR JOHAN NUH
UUD 1945 Karya Genial (Master Piece)
PADA waktu merumuskan dasar negara Indonesia merdeka, dibicarakan dalam persidangan Badan Penyelidikan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dari 29 Mei sampai 1 Juni 1945, tentang persiapan kemerdekaan Indonesia. Dalam persidangan itu terjadi perdebatan intelektual dan lalu-lintas pikiran diantara anggota BPUPKI, dilanjutkan di sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), mengenai dasar negara, bentuk negara, serta sistem politik Indonesia merdeka.
Dalam perdebatan itu, Prof. Dr. Mr. Soepomo yang adalah lulus dari Rijksuniversiteit Leiden dengan predikat suma cumlude, merumuskan bahwa sistem ketatanegaraan Indonesia tidak menjiplak sistem parlementer yang banyak dianut oleh negara-negara di Eropa kontinental, dan bukan pula sistem presidensial ala Amerika yang berkiblat pada trias politica absolut—melainkan mengkreasi sistem politik yang ada di dunia pada waktu—-kreasi itu disebut dengan “Sistem Sendiri”.
Sedangkan Drs. Mohammad Hatta (Bung Hatta) tegas menolak sistem pemilihan one man one vote, karena tidak dapat disetarakan atau disamakan antara suara seorang profesor doktor dengan seorang buta huruf. Pada awal kemerdekaan, 90% rakyat Indonesia masih buta huruf—70 tahun merdeka, sekitar 70% hanya tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Dengan “strata pendidikan pemilih” tersebut, dalam sistem pemilihan langsung (one man one vote), bagaimana mungkin kita mendapatkan pemimpin yang terbaik diantara kita (primus interpares)—seperti yang dikhawatirkan Bung Hatta.
Sejak UUD 1945 dirubah pada tahun 1999–2002, sistem politik yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa yaitu ‘Sistem Sendiri’, berubah menjadi sistem ‘demokrasi liberal’.