Pak Harto Tidak Pernah Mengubah UUD 1945
OLEH: NOOR JOHAN NUH
Sangat disayangkan, master-piece ini dirubah di sidang MPR 1999 hingga 2002 oleh politisi di Senayan, hingga kita mengalami keruwetan politik yang seakan tidak berujung. MPR sebagai lembaga tertinggi didegradasi menjadi lembaga tinggi sejajar derajatnya dengan lembaga tinggi lainnya.
Presiden bukan lagi sebagai Mandataris MPR yang akan diminta pertanggungjawaban setiap akhir masa jabatannya. Tidak ada lagi Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang dihasilkan oleh MPR untuk dilaksanakan oleh Presiden, karena itu Presiden bekerja berdasarkan visinya sendiri.
Biaya Politik yang Tidak Masuk Diakal
MPR tidak lagi memilih presiden dan wakilnya tetapi dipilih langsung oleh rakyat. Juga gubernur, bupati dan walikota dipilih langsung oleh rakyat. Akibatnya biaya politik menjadi sangat mahal, baik yang dikeluarkan oleh calon presiden, gubernur, bupati/walikota, ditambah biaya yang dikeluarkan oleh negara (uang rakyat) untuk menyelenggarakan pemilihan tersebut.
Untuk biaya Pemilu 2019, negara mengeluarkan dana sebesar 25,9 triliun. Belum termasuk biaya memilih 34 gubernur dan 514 bupati/walikota. Apakah dengan biaya yang begitu besar akan didapat putra terbaik untuk menduduki jabatan itu? Sejarah yang akan menuliskanya.
Sebagai gambaran sederhana bahwa biaya pemilihan presiden itu sangat mahal dapat dihitung dari jumlah TPS pada Pilpres 2019 sebanyak 876.490—jika biaya untuk saksi di setiap TPS Rp200.000, maka calon presiden harus mengeluarkan biaya sekitar Rp1,7 triliun, hanya untuk biaya saksi di TPS, belum biaya kampanye dan lain-lain. Logikanya, hanya yang memiliki uang triliun rupiah yang sanggup ikut kompetisi Pilpres, atau si calon dibiayai oleh pihak lain.