Pengamat Pertanyakan Kapasitas Angkutan Umum Jalani ‘New Normal’

Editor: Koko Triarko

SEMARANG – Permasalahan mendasar diberlakukannya new normal pada angkutan umum massal perkotaan, bukan pada penerapan protokol kesehatan. Namun, bagaimana kemampuan kapasitas angkutan umum massal dapat menjamin terlaksananya physicall distancing atau jaga jarak, terutama pada jam-jam sibuk.

Hal tersebut ditegaskan akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata, sekaligus Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, Djoko Setijowarno.

“Kalau kebiasaan baru atau new normal diterjemahkan dengan semua orang masuk kerja, dengan jadwal seperti kondisi sebelum pandemi, bisa dipastikan kapasitas angkutan umum massal di perkotaan tidak dapat menjamin pelaksanaan physicall distancing,” paparnya, di Semarang, Minggu (31/5/2020).

Hal tersebut sulit diwujudkan, karena untuk melakukan penambahan kapasitas angkutan umum massal secara signifikan pada jam-jam sibuk, tidak mudah. Apalagi agar tercapai physicall distancing, dengan permintaan atau jumlah penumpang setara dengan pada masa sebelum pandemi.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, Djoko Setijowarno, di Semarang, Minggu (31/5/2020). -Foto: Arixc Ardana

“Termasuk di Semarang, dengan Bus Rapid Transit (BRT) atau Jabodetabek dengan Kereta Commuter Line (KRL). Misalnya, KRL pada jam-jam sibuk, tentu tidak mungkin menambah kapasitas pada saat itu, apalagi dengan adanya pembatasan kapasitas setiap gerbong. Bisa terangkut penumpang sebanyak 50 persen saja mungkin sudah sangat berat,” lanjut pengamat transportasi tersebut.

Tidak hanya itu, kemacetan di jalan pasti akan lebih parah dari sebelum pandemi, karena mereka yang memiliki kendaraan pribadi, akan menghindari angkutan umum massal dengan memilih kendaraan pribadi.

Lihat juga...