Teh Itu Minuman Para Dewa
Catatan Ringan T. Taufiqulhadi
DAHULU sekali ketika manusia masih hidup bersebelahan dengan dewa, ada seorang raja bernama Shen Nung, yang sedang melakukan perjalanan panjang. Raja yang paham obat-obatan ini, merasa lelah dan kemudian beristirahat di bawah sebatang pohon seraya merebus air untuk diminum.
Selagi ia duduk, selembar daun dari pohon tempat ia berteduh jatuh dan melayang ke dalam cangkir berisi air panas sang raja. Daun itu memberi warna kepada air, dan sang raja itu menebak bahwa sesuatu yang menakjubkan bakal terjadi.
Sang raja membiarkan sejenak hingga air dingin dan kemudian meminum pelan-pelan. Pertama seteguk, dua hingga tiga teguk, yang melewati tenggorokan dan menerobos pembuluh darahnya, terjadilah hal yang ia telah perkirakan: rasa penuh damai dan tenang yang tak terperi.
Setelah meminum air yang telah berubah warna itu dari cangkir hingga habis, sang raja berdiri dan menatap pohon rindang sepelukan manusia tersebut, dan ia menyebutnya sebagai “pohon teh”. Raja Shen Nung, yang berumur panjang tersebut, pun meminta rakyatnya untuk menanam dan meminum teh agar selalu dilanda perasaan perasaan damai dan tenang.
Kisah Shen Nung yang menemukan teh ini, diabadikan dalam karya para penulis dinasti Han akhir (25-220 M). Lepas apakah Shen Nung tokoh mitos atau mistis, bukan urusan. Tapi rupanya sejarah teh bermula di Tiongkok dan sudah berlangsung sangat lama usianya.
Kini teknik dan sifat tanah-tanah yang cocok untuk menanam teh masih meniru petani Tiongkok 1700 tahun lalu. Teh itu akan tumbuh baik di daerah perbukitan, yang agak berbatu dan dapat dialiri air dengan baik. Teh memang dapat tumbuh baik di daerah India dan Asia Tenggara, tapi hanya rakyat Tiongkok yang mendayagunakan tanaman ini dengan baik, hingga menjadi peradaban teh.