Bilal Mayat di Kuburan Batak

CERPEN RADJA SINAGA

SEPANJANG  petang, ibu-ibu di Kuba akan berkumpul di bawah pokok mangga yang tak lagi berbuah lantaran tua.

Ibu-ibu itu biasanya merumpi segala hal. Biasanya mereka merumpi hal yang cukup dekat dengan lingkungan sekitar. Pembahasan mereka tak berat-berat seperti orang-orang yang duduk di legislatif.

Namun antara pembahasan mereka dengan orang legislatif tetap memiliki satu kesamaan, semua sia-sia belaka.

Sambil merumpi kadang kala mereka membawa camilan dari rumah. Selain camilan, anak-anak mereka pun tak lupa dibawa. Maklum sekalian menghemat uang jajan anak waktu sore.

Dari ibu-ibu itu, ada satu ibu yang paling dihormati. Ibu itu bernama Rohminah. Rohminah dihormati bukan karena ia memiliki suami yang memiliki pekerjaan mapan. Atau mempunyai puluhan lembu atau kambing di belakang rumah.

Dan jangan tanya apakah karena Rohminah seorang perempuan berkarier. Meski begitu, Rohminah tetap yang paling beda dari ibu-ibu yang ada di Kuba. Sebab kebanyakan ibu-ibu di Kuba adalah istri simpanan. Dan rata-rata para suami ibu itu tidak ada yang bekerja di kebun sawit pemerintah.

Hari ini, Rohminah tidak ada di bawah pokok mangga yang tak lagi berbuah itu. Sudah empat hari ia tak menampakkan diri. Ibu-ibu itu senang melihat Rohminah bercerita. Ia pendongeng yang baik.
***
“KASIHAN terkadang aku lihat Bu Rusmi itu. Ibu-ibu tahu tidak kalau suaminya itu punya istri simpanan? Ditambah lagi anak semata wayang baru ketangkap polisi kebun karena ketahuan mencuri brondolan sawit,” demikian salah satu isi rumpian itu.

“Iya, Bu, kasihan kadang. Tapi kan udah jadi tabiat itu kalau di Kuba ada istri simpanan. Yang penting si lelaki bisa kasih makan anak dan istri simpanannya itu,” balas ibu Sarmini.

Lihat juga...