Bung Karno & Pak Harto (Bagian 2)
OLEH NOOR JOHAN NUH
Peristiwa 3 Juli
Belum genap usia Republik Indonesia satu tahun, terjadi percobaan perebutan kekuasaan atau kudeta yang dilakukan oleh kelompok Persatuan Perjuangan terhadap pemerintahan Kabinet Sutan Syahrir.
Pemicu peristiwa ini adalah ketidakpuasan kelompok Persatuan Perjuangan terhadap politik diplomasi yang dilakukan oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir. Kelompok ini menghendaki pengakuan kedaulatan seluruh Indonesia dari Sabang sampai Merauke, tanpa ada perundingan.
Sedangkan Sutan Syahrir yang sedang merintis Perjanjian Linggarjati, malah hanya menuntut pengakuan kedaulatan atas Sumatra, Jawa dan Madura.
Selain kemerdekaan seratus persen tanpa ada perundingan, kelompok ini menuntut (1) Presiden memberhentikan Kabinet Sjahrir II; (2) Presiden menyerahkan pimpinan politik, sosial, dan ekonomi kepada Dewan Pimpinan Politik; (3) Presiden mengangkat 10 anggota Dewan Pimpinan Politik yang diketuai Tan Malaka dan beranggotakan Muhammad Yamin, Ahmad Subarjo, dr. Boentaran Martoatmodjo, Mr. R. S. Budhyarto Martoatmodjo, Sukarni, Chaerul Saleh, Sudiro, Gatot, dan Iwa Kusuma Sumantri; (4) Presiden mengangkat 13 menteri negara yang nama-namanya dicantumkan dalam maklumat.
Menyikapi tuntutan dari Persatuan Perjuangan, pada 23 Maret 1946, tokoh-tokoh kelompok ini antara lain Tan Malaka, Ahmad Soebardjo, dan Soekarni, ditangkap dengan tuduhan merencanakan menculik anggota kabinat. Meskipun tiga orang tokohnya sudah ditangkap, pada 27 Maret, penculikan tetap terjadi terhadap Sutan Syahrir dan beberapa menteri.
Intuisi strategi militer Pak Harto diuji manakala panglima divisinya, yakni Panglima Divisi III Jenderal Mayor Soedarsono bersama kelompok yang simpati pada Persatuan Perjuangan berencana mengkudeta Presiden Soekarno pada 3 Juli 1946.