Bung Karno & Pak Harto (Bagian 5)
OLEH NOOR JOHAN NUH
Selain mengusulkan kepada Presiden Soekarno agar Nasution ditunjuk sebagai Kepala Staf KOTI, Pak Harto juga mengusulkan jabatan yang lain yaitu sebagai Wakil Panglima Besar, Wakil Perdana Menteri Bidang Hankam, tapi semua usul Pak Harto ditolak oleh Presiden Soekarno.
Jadi, dalam situasi kritis paska pemberontakan G30S/PKI, Pak Harto terus berusaha agar Jenderal Nasution dapat diterima oleh Presiden Soekarno. Mungkin dikarenakan peristiwa 17 Oktober 1952, sulit memulihkan kepercayaan Presiden Soekarno kepada Jenderal Nasution pada situasi kritis tersebut.
Nasution Menjadi Ketua MPRS
Presiden Soekarno mempreteli jabatan Jenderal Nasution di pemerintahan, namun dalam Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) IV, bulan Juni 1966, dia terpilih menjadi ketua MPRS.
Bung Karno tidak dapat mengintervensi pemilihan ketua MPRS karena yang memilih adalah partai-partai dan utusan golongan serta utusan daerah. Terpilihnya Nasution menjadi ketua MPRS membuat Bung Karno tambah curiga sekaligus mengkhawatirkan jika Nasution sedang berakrobat untuk bisa menggantikannya.
Salah satu keputusan dari Sidang Umum ini adalah meminta pertanggungjawaban Presiden Soekarno perihal peristiwa G30S/PKI dan merosotnya keadaan ekonomi serta moral bangsa.
Permintaan pertanggungjawaban MPRS dijawab oleh Presiden Soekarno dalam pidato di hadapan sidang paripurna yang diberi judul Nawaksara, namun pertanggungjawaban Presiden Soekarno ditolak.
Dalam sidang ini gelar Presiden Soekarno sebagai Pemimpin Besar Revolusi dan Presiden Seumur Hidup dicabut. Juga dikeluarkan Tap No. IX yaitu meningkatkan Supersemar menjadi ketetapan MPRS.