Putra Sang Fajar Dipeluk Bumi
Saat senja ditutup malam, tanggal 21 Juli 1970, Bung Karno meninggal dunia di RSPAD dan disemayamkan di Wisma Yaso, Jalan Gatot Subroto.
Mendapat berita duka tersebut, Pak Harto segera melayat ke RSPAD dan menjadi inspektur upacara pada pelepasan jenazah keesokan harinya.
Pak Harto mengumpulkan pemimpin partai-partai dan mengatakan bahwa bangsa Indonesia harus memberikan penghormatan terakhir kepada Bung Karno dengan melaksanakan upacara pemakaman kenegaraan.
Dalam biografinya Pak Harto menyebut, “Jelas pengorbanannya sangat besar, sampai kita sebagai bangsa bisa merdeka. Bung Karno memperjuangkan kemerdekaan Indonesia sampai menjadi proklamator bersama Bung Hatta. Ini merupakan suatu jasa seorang pejuang, patriot yang harus kita hargai.”
Kemudian timbul masalah, di mana Bung Karno akan dimakamkan? Istri-istri Bung Karno masing-masing memegang surat wasiat tentang tempat pemakamannya, ditambah masih ada lagi keinginan yang berbeda dari pihak keluarga yang lain.
Bung Karno semasa hidupnya sangat mencintai ibunya. Sekali pun dia memiliki kedudukan yang tinggi, terpelajar, intelektual, namun dia tetap hormat kepada ibunya. Dia selalu sungkem dan meminta restu ibunya dalam banyak hal.
Atas pertimbangan itu, dan dengan meminta pertimbangan pemimpin partai-partai, diputuskan tempat pemakaman Bung Karno di dekat makam ibunya di Blitar. Dan Putra Sang Fajar kembali ke pelukan bumi saat mentari tidur di peraduan malam.
Pak Harto Meninggal Dunia
Tanggal 27 Januari 2008 pukul 13.10, setelah dirawat 23 hari, sejak 4 Januari, Pak Harto meninggal dunia di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), dalam usia 87 tahun.