Harga Produk Hortikultura di Sikka Masih Ditentukan Tengkulak

Editor: Koko Triarko

MAUMERE – Banyaknya produk hortikultura yang diproduksi petani di Desa Nitakloang dan Kecamatan Nita, kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, membuat produk sayuran dari luar Kabupaten Sikka yang selama ini masuk ke pasaran mulai berkurang.

Namun, petani setempat belum melakukan pemasaran produk secara bersama, sehingga belum bisa menentukan harga. Selama ini, harga masih ditentukan oleh tengkulak.

“Memang kami perlu melakukan pemasaran bersama. Kadang antara petani sendiri sering memainkan harga, yang penting produknya cepat laku terjual di pasar Alok,” kata Verentinus Wenger, petani hortikultura di Desa Nitakloang, Kecamatan Nita, Senin (1/6/2020).

Veres, sapaannya, mengakui terkadang dirinya menjual tomat hingga harga Rp5.000 per kilogram, sementara petani lainnya menjual dengan harga Rp7.000 hingga Rp10.000 per kilogram.

Kepala Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, NTT, Manserius Menga, S.St., saat ditemui di kebun, Senin (1/6/2020). -Foto: Ebed de Rosary

Dirinya mengaku ingin membuat produk sayuran dari luar Kabupaten Sikka harganya anjlok, sehingga tidak bisa bersaing dengan produk lokal. Namun, hal ini juga merugikan petani sendiri.

“Kadang yang lain masih menjual tomat Rp10.000 per kilogram, saya menjualnya Rp5.000 per kilogram. Yang penting produk saya cepat laku terjual supaya tidak membusuk,” ungkapnya.

Kepala Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Nita, Manserius Menga, mengatakan dari sisi kontinyuitas produksi memang masih belum, dan petani memerlukan dukungan pihak luar, baik pemerintah maupun lembaga/mitra.

Lihat juga...