Harga Produk Hortikultura di Sikka Masih Ditentukan Tengkulak

Editor: Koko Triarko

“Hortikultura produksi musiman dan cepat busuk, sementara hukum pasar berlaku supply and demand, sehingga kami mengajarkan petani mencapai break event point (BEP) dan produksi,” jelasnya.

Menurutnya, pemasaran bersama masih sulit. Tantangannya adalah ketika produksi banyak, tetapi dijual ke mana, sebab bantuan pemerintah bagi usaha hortikultura sangat minim.

Ke depan, pemasaran bersama wajib, tapi tetap memperhatikan supply and demand, termasuk kualitas dan kontinyuitas produksi.

Selain itu, harus ada giliran komoditi, selain untuk memutus rantai serangan hama, petani juga menanam komoditi yang laku di pasar.

“Tumpang sari juga boleh, tapi dalam sebuah areal yang sama agar bisa menutup biaya produksi. Memang harus membuka pasar baru di luar Sikka, tapi yang melakukan bukan petani,” pesannya.

Ketua BUMDes bersama Bangkit Mandiri Kecamatan Nita, Y.N. Sirilus Desa Gobang, mengaku pernah memasarkan produk hortikultura petani Sikka ke kabupaten Ende dan Flores Timur.

Menurutnya, pasar itu masih terbuka lebar, namun pihaknya terkendala modal yang belum besar, sehingga tidak melanjutkan memasarkan produk hortikultura petani di Kecamatan Nita.

“Pernah kami bawa sayuran dari Nita ke Larantuka, Kabupaten Flores Timur, dan laku terjual semua. Kami juga ingin memasarkan ke kabupaten lainnya. Namun, modal kami belum terlalu besar,” ujarnya.

Sementara ketua Kopdit Pintu Air, Yakobus, mengaku tertarik untuk memasarkan produk pertanian dari Sikka ke luar daerah, dan sedang membuka pasar di beberapa kabupaten lain di Provinsi NTT.

Nantinya, kata Yakobus, koperasinya siap memasarkan produk hortikultura petani. Pihaknya akan membeli semua produk yang ada, bila tidak tertampung di pasar yang ada di Sikka.

Lihat juga...