Pemerintah Lebarkan Defisit Hindari Risiko Terburuk

Editor: Koko Triarko

JAKARTA – Berdasarkan kalkulasi yang telah dihitung pemerintah, dampak pandemi Covid-19 berpotensi melemahkan laju pertumbuhan ekonomi nasional hingga ke titik terendah, yakni di angka -0,4 persen dari produk domestik bruto (PDB). Bila hal itu terjadi, praktis akan berimbas pada meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran, yang ditaksir mencapai rata-rata lima juta orang.

“Kita sudah merasakan dampak Covid-19 telah melemahkan laju pertumbuhan ekonomi nasional di kuartal pertama. Tentu saja, saat ini kemiskinan dan pengangguran kian meningkat. Namun kita harus memastikan, skenario terburuk tidak terjadi. Karena bila itu terjadi, pemulihannya akan sangat sulit,” terang Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Nathan Kacaribu di Jakarta, Kamis (4/6/2020).

Atas pertimbangan tersebut, kata Febrio, pemerintah terus mengkaji postur APBN yang tepat, agar dapat menjadi instrumen yang mampu menjaga perekonomian nasional terhindar dari dampak terburuk itu.

“Jadi kita memang tidak tahu persis seberapa besar dampak Covid-19 ini, semua diliputi ketidakpastian. Bahkan, kami akan merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020 tentang postur APBN, karena sudah tidak relevan lagi,” tukas Febrio.

Seperti diketahui, dalam Perpres 54/2020 defisit APBN ditetapkan sebesar Rp852,9 triliun atau 5,07 persen dari PDB, sementara pada outlook postur APBN terbaru, pemerintah melebarkan defisit APBN hingga Rp1.039,2 triliun atau 6,3 persen dari PDB.

“Secara otomatis, pembiayaan yang berasal dari utang negara akan meningkat sebesar Rp1.220,3 triliun. Sementara pembiayaan investasi meningkat menjadi Rp253,9 triliun,” ujar Febrio.

Lihat juga...