Presiden Soeharto (5): Penerangan Lilin untuk Resepsi Pernikahan
Melalui buku berjudul “Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya”, dalam sub judul “Jodoh Saya”, Presiden Soeharto mengisahkan pernikahannya dengan ibu Tien.
Kala itu, suasana perundingan antara pemerintah Indonesia dan Belanda sedang hangat. Dewan Keamanan PBB menengahi persoalan Indonesia-Belanda. Perundingan itu dilaksanakan di atas kapal Amerika, “Renville”, yang telah berlabuh di Tanjung Priok pada permulaan Desember 1947. Perjanjian itu nantinya ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948.
Dalam suasana perundingan renvile itu, rumah tangga Soeharto muda, dibangun.
Pada awalnya keluarga Prawirowihardjo yang tinggal di Wuryantoro bertandang ke sekitar tempat tinggal Soeharto muda. Soeharto muda menemui keluarga Prawirowihardjo itu dan terlibat pembicaraan ringan. Tanpa disangka Ibu Prawiro menanyakan masa depan Soeharto dengan mengingatkan bahwa usia Soeharto sudah 26 tahun. Pada usia itu, umumnya anak-anak muda di Kampung,sudah berumah tangga.
Pada awalnya Soeharto muda tidak menganggap serius pertanyaan Ibu Prawiro itu. Soeharto muda menyampaikan bahwa dirinya sedang sibuk di Resimen. Perjuangan belum selesai. Kekacauan masih mengancam. Belanda masih belum mau angkat kaki dari negeri ini. Tanpa disangka, Ibu Prawiro menekankan bahwa perkawinan tidak perlu terhalang oleh perjuangan. Membentuk keluarga adalah penting, desak Ibu Prawiro.
Atas desakan Ibu Prawiro itu, Soeharto muda justru bertanya balik “siapa pasangannya”. Karena ia belum punya calon, belum ada wanita yang hendak dinikahi. Bu Prawiro meyakinkan, agar soal itu untuk diserahkan kepadaanya. Kemudian Bu Prawiro balik bertanya, apa Soeharto masih ingat kepada Siti Hartinah, teman sekelas adik Soeharto yang bernama Sulardi, waktu di Wonogiri?”. Soeharto mengangguk, mengiyakan. Tetapi Soeharto tidak habis pikir,bagaimana bagaimana bisa?.