Shelter Isolasi di Yogyakarta Kini Dimanfatkan RDT Reaktif

Ilustrasi proses rapid test acak di Kota Yogyakarta – Foto Ant

YOGYAKARTA – Pemerintah Kota Yogyakarta tetap mengelola shelter isolasi atau karantina, lebih banyak dimanfaatkan oleh warga dengan hasil rapid test reaktif.

“Awalnya, shelter ini banyak dimanfaatkan untuk kebutuhan isolasi mandiri para pendatang yang tidak memiliki ruangan khusus di rumah tujuan. Tetapi, sekarang lebih banyak dimanfaatkan untuk isolasi warga dengan rapid test reaktif,” kata Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Okto Heru Santosa, Minggu (14/6/2020) malam.

Dengan demikian, warga tidak lagi menempati shelter tersebut selama 14 hari. Rata-rata hanya menempati lima hingga tujuh hari, untuk menunggu hasil uji swab. “Dulu, banyak pendatang yang menempati shelter selama 14 hari, terutama dari daerah yang sudah terdeteksi transmisi lokal. Setelah 14 hari dan jika kondisi kesehatannya baik, maka mereka bisa pulang ke keluarganya karena dinilai menang dari infeksi virus,” katanya.

Namun saat ini, warga dengan hasil rapid test reaktif lebih banyak menempati shelter tersebut. Jika hasil uji swab negatif, maka warga bisa langsung kembali pulang ke rumah, tetapi jika positif maka dirujuk ke rumah sakit. “Terkadang, ada juga warga yang belum siap untuk ditempatkan di shelter saat memperoleh hasil rapid test reaktif. Tetapi, kami memberikan pengertian bahwa ada risiko penularan ke orang-orang di sekitarnya jika melakukan isolasi mandiri di rumah,” katanya.

Oleh karena itu, warga biasanya dijemput oleh petugas Puskesmas untuk diantar melakukan uji swab di rumah sakit, sekaligus diantar ke shelter sembari menunggu hasil uji swab. “Hasil rapid test yang reaktif belum tentu akan diikuti dengan hasil uji swab yang positif. Ini juga yang kami sampaikan ke warga supaya mereka memahami kondisinya,” katanya.

Lihat juga...