Warga Lamsel Optimalkan Budidaya Kepiting Bakau
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
Usman, salah satu pencari kepiting bakau di Way Lubuk, Kalianda menyebut menggunakan bubu dan perangkap bambu.
Perangkap bambu diberi umpan kelapa dan memiliki jerat yang membuat kepiting tidak bisa lepas. Hasil tangkapan akan dikirimkan ke pengepul untuk langsung dijual. Sebagian dikirim ke Suhaimi untuk dibesarkan hingga memenuhi ukuran 200 gram.
“Ada pedagang yang membeli kepiting langsung bisa dijual kepada konsumen sehingga saya bisa memiliki penghasilan,” terang Usman.
Kepiting yang telah ditangkap menurut Usman rata-rata memiliki ukuran 150 gram hingga 180 gram. Ia menjual ke pengepul untuk dijual kembali dengan harga Rp50.000 hingga Rp60.000.
Sistem borongan dalam penjualan kepiting kerap dilakukan dengan jumlah per kilogram bisa mencapai 3 hingga 4 ekor. Mencari kepiting yang selama ini sulit dibudidayakan bisa menjadi sumber penghasilan tambahan.
Nurlela, pedagang kepiting bakau menyebut menampung kepiting dari nelayan. Memanfaatkan alat tangkap bubu dan perangkap bambu, ia bisa menampung hingga 100 ekor per hari.
Rata-rata berat kepiting hanya mencapai 180 gram dan sudah bisa dikonsumsi. Berada di aliran sungai Way Lubuk yang terhubung dengan laut membuat kepiting bisa hidup pada rumpun bakau.
Sebagian kepiting yang belum layak jual oleh Nurlela dimasukkan dalam kolam khusus. Sebagian kepiting bakau tersebut akan dibeli oleh pengepul besar yang akan membesarkannya.
Sebab potensi kepiting bakau yang memiliki nilai jual tinggi bisa memberi sumber penghasilan bagi nelayan. Saat air laut surut dan sungai dangkal pencari kepiting akan memanfaatkan bubu untuk menangkap kepiting.