BPK RI Beri Catatan Penting LKPP Pemerintah 2019
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2019. Secara keseluruhan BPK menilai, penyajian LKPP di semua aspek material baik itu posisi keuangan hingga 31 Desember 2019, realisasi anggaran operasional, dan perubahan ekuitas, telah memenuhi standar akuntansi pemerintah.
“Namun demikian, meski mendapat opini WTP, tidak berarti LKPP tersebut bebas dari masalah. BPK (justru) mengidentifikasi sejumlah masalah, baik dalam Sistem Pengendalian Internal (SPI), maupun dalam hal kepatuhan terhadap perundang-undangan yang harus ditindaklanjuti,” ujar Ketua BPK RI, Agung Firman Sampurna, Senin (20/7/2020) di Istana Negara, Jakarta.
Dari total 31 masalah yang ditemukan BPK dalam LKPP baik dari sisi SPI maupun kepatuhan, 13 di antaranya merupakan catatan penting yang harus ditindak lanjuti oleh pemerintah pusat.
Pertama; Kelemahan terhadap penata usahaan terhadap piutang perpajakan pada Direktorat Perpajakan Kementerian Keuangan.
Kedua; Kewajiban pemerintah selaku pemegang saham pengendali di PT Asabri Persero dan PT Asuransi Jiwasraya Persero belum diukur atau diestimasi.
Ketiga; Pengendalian atas pencatatan aset Kontraktor Kontrak Kerjasama (K3S) dan aset yang berasal dari pengelolaan bantuan likuiditas Bank Indonesia belum memadai.
Keempat; Pengungkapan kewajiban jangka panjang dan program pensiun pada LKPP 2019 sebesar Rp2.876,76 triliun belum didukung standar akuntansi.
Kelima; Penyajian aset yang berasal dari realisasi belanja dengan tujuan untuk diserahkan kepada masyarakat sebesar Rp44,2 triliun pada 34 Kementerian/Lembaga tidak beragam. Serta terdapat penatausahaan dan pertanggungjawaban realisasi belanja untuk masyarakat yang tidak sesuai ketentuan.