Dukung Ketahanan Pangan, Indonesia Butuh Tambahan Fasilitas Iradiasi

Redaktur: Muhsin Efri Yanto

Plt. Deputi Pendayagunaan Teknologi Nuklir BATAN Hendig Winarno saat dihubungi, Jumat (17/7/2020) - Foto Ranny Supusepa

JAKARTA — Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) terus berupaya untuk memberikan manfaat dari pengembangan teknologi nuklir, salah satunya dalam bidang pangan. Tapi saat ini ketersediaan pelayanan untuk iradiasi pangan dinilai masih sangat kurang. Untuk mengembangkannya, membutuhkan peran aktif dari pemerintah daerah, badan usaha dan pihak swasta.

Pelaksana Tugas Deputi Pendayagunaan Teknologi Nuklir BATAN, Hendig Winarno menyatakan, iradiasi merupakan salah satu alternatif untuk memperpanjang umur simpan dan menurunkan cemaran mikroba pada suatu bahan, baik pangan, bahan baku maupun bahan herbal.

“Fasilitas iradiator yang dimiliki oleh BATAN menggunakan sinar gamma dari Cobalt 60 atau Cesium 137 untuk meradiasi sifat fisik, kimia maupun biologi, dengan tujuan meningkatkan mutu, nilai, kegunaan dari suatu bahan pangan,” kata Hendig saat dihubungi, Jumat (17/7/2020).

Ia memaparkan bahwa dengan posisi Indonesia yang berada di daerah tropis, maka potensi untuk mengalami kerusakan bisa mencapai 60-70 persen.

“Karena itu, dibutuhkan sterilisasi dan pengawetan yang memanfaatkan sinar gamma untuk dapat mencapai pengolahan paska panen maksimal,” urainya.

Untuk tindakan Iradiasi pangan, ia menyatakan salah satunya didasarkan pada peraturan Badan POM, yaitu Peraturan No.3 tahun 2018 tentang pangan radiasi.

“Contohnya, pada sayur olahan dan buah olahan termasuk pangan olahan semi basah, tindakan iradiasi digunakan untuk memperpanjang umur simpan digunakan dosis maksimal 7.0 kGy,” ujarnya.

Atau, lanjutnya, untuk sayur dan buah segar dengan upaya menunda pematangan, membasmi serangga, memperpanjang ukur simpan dan perlakuan karantina itu membutuhkan dosis 1,0 kGy dan 2,5 kGy.

Lihat juga...