Kekerasan Seksual, KPPPA: Ada Kekosongan Hukum Lindungi Perempuan
JAKARTA — Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pribudiarta Nur Sitepu, mengatakan ada kekosongan hukum tentang peradilan yang lebih melindungi perempuan dari kekerasan seksual.
“Kita tidak ada peraturan peradilan yang lebih melindungi perempuan dari kekerasan seksual. Karena itu kami sangat mendukung Rancangan Undang-Undang Pencegahan Kekerasan Seksual,” kata Pribudiarta saat dihubungi di Jakarta, Kamis 92/7/2020).
Pribudiarta mengatakan kekerasan seksual terhadap perempuan kerap kali memiliki sifat-sifat khusus, seperti korban yang tidak terbuka sehingga lebih memilih menyembunyikan kasus yang menimpanya atau pelakunya yang merupakan orang dekat korban sendiri.
Karena sifat-sifat yang khusus tersebut, kerap kali polisi kesulitan untuk melanjutkan proses hukum terhadap kasus kekerasan seksual bila hanya mengacu pada delik pidana umum. Padahal, kekerasan seksual terus mengancam perempuan dan korban terus bertambah banyak.
“Aparat hukum perlu aturan dan sistem peradilan yang bisa mempermudah. Jadi bukan peradilan umum,” tuturnya.
Tentang keputusan DPR untuk menunda sementara pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual, Pribudiarta mengatakan pada dasarnya rancangan undang-undang itu adalah inisiatif DPR, bukan pemerintah.
“Kalau mau mendorong, mungkin bisa menjadi inisiatif pemerintah. Bisa jadi judulnya akan berubah,” katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto mengatakan penarikan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 karena Komisi VIII ingin lebih fokus membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pandemi COVID-19.