Melongok Potensi Ekonomi Budi Daya Belimbing di Mekarsari

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

Untuk pemupukan, lanjutnya, harus menyesuaikan dengan umur tanaman, yang terdiri dari pupuk kandang dan pencampuran urea, SP36 dan KCl atau ZK.

“Untuk urea, SP36 dan KCl di split setiap 3 bulan sekali, jadi totalnya dibagi 3 dan aplikasinya dicampur ketiganya. Sementara untuk pupuk kandang setiap 6 bulan sekali jadi dosisnya dibagi dua dan aplikasinya bisa bersamaan dengan ketiga pupuk tadi atau terpisah tergantung waktu aplikasinya,” kata Dudi lebih lanjut.

Untuk pemberian pupuk, bisa menggunakan lubang pupuk yang model apa saja, baik yang berlokasi di tiap sudut, yang berpola L, yang berbentuk melingkar maupun yang berada di sisi kanan dan kiri.

“Yang terpenting cara dalam pemberiannya yaitu tepat di bawah tajuk terluar daun tanaman,” ucapnya.

Tanaman belimbing, merupakan tanaman yang membutuhkan air sepanjang tahun. Sehingga untuk daerah yang termasuk ke dalam kategori daerah kering dibutuhkan pengairan dan penyiraman.

“Penyiraman dapat dilakukan dengan cara penggenangan atau disiram sampai daerah tajuk tanaman basah. Dan perlu disiapkan drainase, untuk aliran keluar dari kebun,” ujarnya.

Perawatan lainnya yang perlu dilakukan agar tanaman belimbing bisa memberikan hasil yang maksimal adalah pemangkasan pada waktu-waktu tertentu dan pembungkusan buah saat buah berukuran sebesar jempol jari tangan.

“Panen belimbing dapat dilakukan sekitar 35-60 hari dari sejak masa pembungkusan atau sekitar 65-90 hari sejak bunga belimbing mekar,” ujar Dudi.

Dengan bobot rata-rata 160 gram per buah, dalam satu hektar bisa mencapai produksi 13-22 ton.

“Kalau diasumsikan harga per kilo adalah Rp5 ribu rupiah, maka potensi pendapatan sekitar Rp65 hingga Rp110 juta. Kalau dipotong biaya pemeliharaan, sekitar Rp27,5 juta per hektar per tahun , maka potensi pendapatannya bisa mencapai Rp37,5 – Rp82,5 juta per tahun,” pungkasnya.

Lihat juga...